Silahkan dinikmati saja & berpikirlah positif karenna ccerita ini hanya untuk hiburan belaka. PERHATIAN!!! HANYA UNTUK 17 TAHUN KE ATAS....!!!!!
Kurasa
tidak perlu aku ceritakan tentang nama dan asalku, serta tempat dan alamatku
sekarang. Usiaku sekarang sudah mendekati empat puluh tahun, kalau
dipikir-pikir seharusnya aku sudah punya anak, karena aku sudah menikah hampir
lima belas tahun lamanya. Walaupun aku tidak begitu ganteng, aku cukup
beruntung karena mendapat isteri yang menurutku sangat cantik. Bahkan dapat
dikatakan dia yang tercantik di lingkunganku, yang biasanya menimbulkan
kecemburuan para tetanggaku.
Isteriku
bernama Resty. Ada satu kebiasaanku yang mungkin jarang orang lain miliki,
yaitu keinginan sex yang tinggi. Mungkin para pembaca tidak percaya,
kadang-kadang pada siang hari selagi ada tamu pun sering saya mengajak isteri
saya sebentar ke kamar untuk melakukan hal itu. Yang anehnya, ternyata isteriku
pun sangat menikmatinya. Walaupun demikian saya tidak pernah berniat jajan
untuk mengimbangi kegilaanku pada sex. Mungkin karena belum punya anak,
isteriku pun selalu siap setiap saat.
Kegilaan
ini dimulai saat hadirnya tetangga baruku, entah siapa yang mulai, kami sangat
akrab. Atau mungkin karena isteriku yang supel, sehingga cepat akrab dengan
mereka. Suaminya juga sangat baik, usianya kira-kira sebaya denganku. Hanya
isterinya, wooow busyet.., selain masih muda juga cantik dan yang membuatku
gila adalah bodynya yang wah, juga kulitnya sangat putih mulus.
Mereka pun
sama seperti kami, belum mempunyai anak. Mereka pindah ke sini karena tugas
baru suaminya yang ditempatkan perusahaannya yang baru membuka cabang di kota
tempatku. Aku dan isteriku biasa memanggil mereka Mas Agus dan Mbak Rini.
Selebihnya saya tidak tahu latar belakang mereka. Boleh dibilang kami seperti
saudara saja karena hampir setiap hari kami ngobrol, yang terkadang di teras
rumahnya atau sebaliknya.
Pada suatu
malam, saya seperti biasanya berkunjung ke rumahnya, setelah ngobrol panjang
lebar, Agus menawariku nonton VCD blue yang katanya baru dipinjamnya dari
temannya. Aku pun tidak menolak karena selain belum jauh malam kegiatan lainnya
pun tidak ada. Seperti biasanya, film blue tentu ceritanya itu-itu saja. Yang
membuatku kaget, tiba-tiba isteri Agus ikut nonton bersama kami.
“Waduh,
gimana ini Gus..? Nggak enak nih..!”
“Nggak
apa-apalah Mas, toh itu tontonan kok, nggak bisa dipegang. Kalau Mas nggak
keberatan, Mbak Res diajak sekalian.” katanya menyebut isteriku.
Aku
tersinggung juga waktu itu. Tapi setelah kupikir-pikir, apa salahnya? Akhirnya
aku pamit sebentar untuk memanggil isteriku yang tinggal sendirian di rumah.
“Gila
kamu..! Apa enaknya nonton gituan kok sama tetangga..?” kata isteriku ketika
kuajak.
Akhirnya
aku malu juga sama isteriku, kuputuskan untuk tidak kembali lagi ke rumah Agus.
Mendingan langsung tidur saja supaya besok cepat bangun. Paginya aku tidak
bertemu Agus, karena sudah lebih dahulu berangkat. Di teras rumahnya aku hanya
melihat isterinya sedang minum teh. Ketika aku lewat, dia menanyaiku tentang
yang tadi malam. Aku bilang Resty tidak mau kuajak sehingga aku langsung saja
tidur.
Mataku
jelalatan menatapinya. Busyet.., dasternya hampir transparan menampakkan lekuk
tubuhnya yang sejak dulu menggodaku. Tapi ah.., mereka kan tetanggaku. Tapi
dasar memang pikiranku sudah tidak beres, kutunda keberangkatanku ke kantor,
aku kembali ke rumah menemui isteriku. Seperti biasanya kalau sudah begini aku
langsung menarik isteriku ke tempat tidur. Mungkin karena sudah biasa Resty
tidak banyak protes. Yang luar biasa adalah pagi ini aku benar-benar gila. Aku
bergulat dengan isteriku seperti kesetanan. Kemaluan Resty kujilati sampai
tuntas, bahkan kusedot sampai isteriku menjerit. Edan, kok aku sampai segila
ini ya, padahal hari masih pagi.Tapi hal itu tidak terpikirkan olehku lagi.
Isteriku
sampai terengah-engah menikmati apa yang kulakukan terhadapnya. Resty langsung
memegang kemaluanku dan mengulumnya, entah kenikmatan apa yang kurasakan saat
itu. Sungguh, tidak dapat kuceritakan.
“Mas..,
sekarang Mas..!” pinta isteriku memelas.
Akhirnya
aku mendekatkan kemaluanku ke lubang kemaluan Resty. Dan tempat tidur kami pun
ikut bergoyang.
Setelah
kami berdua sama-sama tergolek, tiba-tiba isteriku bertanya, “Kok Mas tiba-tiba
nafsu banget sih..?”
Aku diam
saja karena malu mengatakan bahwa sebenarnya Rini lah yang menaikkan tensiku
pagi ini.
Sorenya
Agus datang ke rumahku, “Sepertinya Mas punya kelainan sepertiku ya..?”
tanyanya setelah kami berbasa-basi.
“Maksudmu
apa Gus..?” tanyaku heran.
“Isteriku
tadi cerita, katanya tadi pagi dia melihat Mas dan Mbak Resty bergulat setelah
ngobrol dengannya.”
Loh, aku
heran, dari mana Rini nampak kami melakukannya? Oh iya, baru kusadari ternyata
jendela kamar kami saling berhadapan.
Agus
langsung menambahkan, “Nggak usah malu Mas, saya juga maniak Mas.” katanya
tanpa malu-malu.
“Begini
saja Mas,” tanpa harus memahami perasaanku, Agus langsung melanjutkan, “Aku
punya ide, gimana kalau nanti malam kita bikin acara..?”
“Acara apa
Gus..?” tanyaku penasaran.
“Nanti
malam kita bikin pesta di rumahmu, gimana..?”
“Pesta
apaan..? Gila kamu.”
“Pokoknya
tenang aja Mas, kamu cuman nyediain makan dan musiknya aja Mas, nanti
minumannya saya yang nyediain. Kita berempat aja, sekedar refresing ajalah Mas,
kan Mas belum pernah mencobanya..?”
Malamnya,
menjelang pukul 20.00, Agus bersama isterinya sudah ada di rumahku. Sambil
makan dan minum, kami ngobrol tentang masa muda kami. Ternyata ada persamaan di
antara kami, yaitu menyukai dan cenderung maniak pada sex. Diiringi musik yang
disetel oleh isteriku, ada perasaan yang agak aneh kurasakan. Aku tidak dapat
menjelaskan perasaan apa ini, mungkin pengaruh minuman yang dibawakan Agus dari
rumahnya.
Tiba-tiba
saja nafsuku bangkit, aku mendekati isteriku dan menariknya ke pangkuanku.
Musik yang tidak begitu kencang terasa seperti menyelimuti pendengaranku.
Kulihat Agus juga menarik isterinya dan menciumi bibirnya. Aku semakin
terangsang, Resty juga semakin bergairah. Aku belum pernah merasakan perasaan
seperti ini. Tidak berapa lama Resty sudah telanjang bulat, entah kapan aku
menelanjanginya. Sesaat aku merasa bersalah, kenapa aku melakukan hal ini di
depan orang lain, tetapi kemudian hal itu tidak terpikirkan olehku lagi.
Seolah-olah nafsuku sudah menggelegak mengalahkan pikiran normalku.
Kuperhatikan
Agus perlahan-lahan mendudukkan Rini di meja yang ada di depan kami, mengangkat
rok yang dikenakan isterinya, kemudian membukanya dengan cara mengangkatnya ke
atas. Aku semakin tidak karuan memikirkan kenapa hal ini dapat terjadi di dalam
rumahku. Tetapi itu hanya sepintas, berikutnya aku sudah menikmati permainan
itu. Rini juga tinggal hanya mengenakan BH dan celana dalamnya saja, dan masih
duduk di atas meja dengan lutut tertekuk dan terbuka menantang.
Perlahan-lahan
Agus membuka BH Rini, tampak dua bukit putih mulus menantang menyembul setelah
penutupnya terbuka.
“Kegilaan
apa lagi ini..?” batinku.
Seolah-olah
Agus mengerti, karena selalu saya perhatikan menawarkan bergantian denganku.
Kulihat isteriku yang masih terbaring di sofa dengan mulut terbuka menantang
dengan nafas tersengal menahan nafsu yang menggelora, seolah-olah tidak
keberatan bila posisiku digantikan oleh Agus.
Kemudian
kudekati Rini yang kini tinggal hanya mengenakan celana dalam. Dengan badan
yang sedikit gemetar karena memang ini pengalaman pertamaku melakukannya dengan
orang lain, kuraba pahanya yang putih mulus dengan lembut. Sementara Agus
kulihat semakin beringas menciumi sekujur tubuh Resty yang biasanya aku lah
yang melakukannya.
Perlahan-lahan
jari-jemariku mendekati daerah kemaluan Rini. Kuelus bagian itu, walau masih
tertutup celana dalam, tetapi aroma khas kemaluan wanita sudah terasa, dan
bagian tersebut sudah mulai basah. Perlahan-lahan kulepas celana dalamnya
dengan hati-hati sambil merebahkan badannya di atas meja. Nampak bulu-bulu yang
belum begitu panjang menghiasi bagian yang berada di antara kedua paha Rini
ini.
“Peluklah
aku Mas, tolonglah Mas..!” erang Rini seolah sudah siap untuk melakukannya.
Tetapi aku
tidak melakukannya. Aku ingin memberikan kenikmatan yang betul-betul kenikmatan
kepadanya malam ini. Kutatapi seluruh bagian tubuh Rini yang memang betul-betul
sempurna. Biasanya aku hanya dapat melihatnya dari kejauhan, itu pun dengan
terhalang pakaian. Berbeda kini bukan hanya melihat, tapi dapat menikmati.
Sungguh, ini suatu yang tidak pernah terduga olehku. Seperti ingin melahapnya
saja.
Kemudian
kujilati seluruhnya tanpa sisa, sementara tangan kiriku meraba kemaluannya yang
ditumbuhi bulu hitam halus yang tidak begitu tebal. Bagian ini terasa sangat
lembut sekali, mulut kemaluannya sudah mulai basah. Perlahan kumasukkan jari
telunjukku ke dalam.
“Sshh..,
akh..!” Rini menggelinjang nikmat.
Kuteruskan
melakukannya, kini lebih dalam dan menggunakan dua jari, Rini mendesis.
Kini
mulutku menuju dua bukit menonjol di dada Rini, kuhisap bagian putingnya, tubuh
Rini bergetar panas. Tiba-tiba tangannya meraih kemaluanku, menggenggam dengan
kedua telapaknya seolah takut lepas. Posisi Rini sekarang berbaring miring,
sementara aku berlutut, sehingga kemaluanku tepat ke mulutnya. Perlahan dia
mulai menjilati kemaluanku. Gantian badanku sekarang yang bergetar hebat.
Rini
memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya. Ya ampun, hampir aku tidak sanggup
menikmatinya. Luar biasa enaknya, sungguh..! Belum pernah kurasakan seperti
ini. Sementara di atas Sofa Agus dan isteriku seperti membentuk angka 69. Resty
ada di bawah sambil mengulum kemaluan Agus, sementara Agus menjilati kemaluan
Resty. Napas kami berempat saling berkejaran, seolah-olah melakukan perjalanan
panjang yang melelahkan. Bunyi Music yang entah sudah beberapa lagu seolah
menambah semangat kami.
Kini tiga
jari kumasukkan ke dalam kemaluan Rini, dia melenguh hebat hingga kemaluanku
terlepas dari mulutnya. Gantian aku sekarang yang menciumi kemaluannya.
Kepalaku seperti terjepit di antara kedua belah pahanya yang mulus. Kujulurkan
lidahku sepanjang-panjangnya dan kumasukkan ke dalam kemaluannya sambil
kupermainkan di dalamnya. Aroma dan rasanya semakin memuncakkan nafsuku.
Sekarang Rini terengah-engah dan kemudian menjerit tertahan meminta supaya aku
segera memasukkan kemaluanku ke lubangnya.
Cepat-cepat
kurengkuh kedua pahanya dan menariknya ke bibir meja, kutekuk lututnya dan
kubuka pahanya lebar-lebar supaya aku dapat memasukkan kemaluanku sambil
berjongkok. Perlahan-lahan kuarahkan senjataku menuju lubang milik Rini.
Ketika
kepala kemaluanku memasuki lubang itu, Rini mendesis, “Ssshh.., aahhk.., aduh
enaknya..! Terus Mas, masukkan lagi akhh..!”
Dengan
pasti kumasukkan lebih dalam sambil sesekali menarik sedikit dan mendorongnya
lagi. Ada kenikmatan luar biasa yang kurasakan ketika aku melakukannya. Mungkin
karena selama ini aku hanya melakukannya dengan isteriku, kali ini ada sesuatu
yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.
Tanganku
sekarang sudah meremas payudara Rini dengan lembut sambil mengusapnya. Mulut
Rini pun seperti megap-megap kenikmatan, segera kulumat bibir itu hingga Rini
nyaris tidak dapat bernapas, kutindih dan kudekap sekuat-kuatnya hingga Rini
berontak. Pelukanku semakin kuperketat, seolah-olah tidak akan lepas lagi.
Keringat sudah membasahi seluruh tubuh kami. Agus dan isteriku tidak
kuperhatikan lagi. Yang kurasakan sekarang adalah sebuah petualangan yang belum
pernah kulalui sebelumnya. Pantatku masih naik turun di antara kedua paha Rini.
Luar biasa
kemaluan Rini ini, seperti ada penyedot saja di dalamnya. Kemaluanku seolah
tertarik ke dalam. Dinding-dindingnya seperti lingkaran magnet saja. Mata Rini
merem melek menikmati permainan ini. Erangannya tidak pernah putus, sementara
helaan napasnya memburu terengah-engah.Posisi sekarang berubah, Rini sekarang
membungkuk menghadap meja sambil memegang kedua sisi meja yang tadi tempat dia
berbaring, sementara saya dari belakangnya dengan berdiri memasukkan
kemaluanku. Hal ini cukup sulit, karena selain ukuran kemaluanku lumayan besar,
lubang kemaluan Rini juga semakin ketat karena membungkuk.
Kukangkangkan
kaki Rini dengan cara melebarkan jarak antara kedua kakinya. Perlahan kucoba
memasukkan senjataku. Kali ini berhasil, tapi Rini melenguh nyaring,
perlahan-lahan kudorong kemaluanku sambil sesekali menariknya. Lubangnya terasa
sempit sekali. Beberapa saat, tiba-tiba ada cairan milik Rini membasahi lubang
dan kemaluanku hingga terasa nikmat sekarang. Kembali kudorong senjataku dan
kutarik sedikit. Goyanganku semakin lincah, pantatku maju mundur beraturan.
Sepertinya Rini pun menikmati gaya ini.
Buah dada
Rini bergoyang-goyang juga maju-mundur mengikuti irama yang berasal dari
pantatku. Kuremas buah dada itu, kulihat Rini sudah tidak kuasa menahan sesuatu
yang tidak kumengerti apa itu. Erangannya semakin panjang. Kecepatan pun
kutambah, goyangan pinggul Rini semakin kuat. Tubuhku terasa semakin panas. Ada
sesuatu yang terdorong dari dalam yang tidak kuasa aku menahannya. Sepertinya
menjalar menuju kemaluanku. Aku masih berusaha menahannya.
Segera aku
mencabut kemaluanku dan membopong tubuh Rini ke tempat yang lebih luas dan
menyuruh Rini telentang di bentangan karpet. Secepatnya aku menindihnya sambil
menekuk kedua kakinya sampai kedua ujung lututnya menempel ke perut, sehingga
kini tampak kemaluan Rini menyembul mendongak ke atas menantangku. Segera
kumasukkan senjataku kembali ke dalam lubang kemaluan Rini.
Pantatku
kembali naik turun berirama, tapi kali ini lebih kencang seperti akan mencapai
finis saja. Suara yang terdengar dari mulut Rini semakin tidak karuan, seolah
menikmati setiap sesuatu yang kulakukan padanya. Tiba-tiba Rini memelukku
sekuat-kuatnya. Goyanganku pun semakin menjadi. Aku pun berteriak sejadinya,
terasa ada sesuatu keluar dari kemaluanku. Rini menggigit leherku
sekuat-kuatnya, segera kurebut bibirnya dan menggigitnya sekuatnya, Rini
menjerit kesakitan sambil bergetar hebat.
Mulutku
terasa asin, ternyata bibir Rini berdarah, tapi seolah kami tidak
memperdulikannya, kami seolah terikat kuat dan berguling-guling di lantai. Di
atas sofa Agus dan isteriku ternyata juga sudah mencapai puncaknya. Kulihat
Resty tersenyum puas. Sementara Rini tidak mau melepaskan kemaluanku dari dalam
kemaluannya, kedua ujung tumit kakinya masih menekan kedua pantatku. Tidak
kusadari seluruh cairan yang keluar dari kemaluanku masuk ke liang milik Rini.
Kulihat Rini tidak memperdulikannya.
Perlahan-lahan
otot-ototku mengendur, dan akhirnya kemaluanku terlepas dari kemaluan Rini.
Rini tersenyum puas, walau kelelahan aku pun merasakan kenikmatan tiada tara.
Resty juga tersenyum, hanya nampak malu-malu. Kemudian memunguti pakaiannya dan
menuju kamar mandi.
Hingga saat
ini peristiwa itu masih jelas dalam ingatanku. Agus dan Rini sekarang sudah
pindah dan kembali ke Jakarta. Sesekali kami masih berhubungan lewat telepon.
Mungkin aku tidak akan pernah melupakan peristiwa itu. Pernah suatu waktu Rini
berkunjung ke rumah kami, kebetulan aku tidak ada di rumah. Dia hanya ketemu
dengan isteriku. Seandainya saja…
1 Response to "Tetangga Oh Teetangga"
jual obat aborsi
082225519092
Posting Komentar