Silahkan dinikmati saja & berpikirlah positif karenna ccerita ini hanya untuk hiburan belaka. PERHATIAN!!! HANYA UNTUK 17 TAHUN KE ATAS....!!!!!
Perjalanan
Bisnis ke Surabaya sebenarnya sungguh menyenangkan, karena akan ketemu dengan
sobat lama yang sudah lama kutinggalkan, sayangnya suamiku Hendra tidak bisa
menemaniku karena kesibukannya.
Dengan
ditemani Andi, salah seorang kepercayaanku, kami terbang dengan flight sore
supaya bisa istirahat dan besok bisa meeting dalam keadaan fresh dan tidak loyo
karena harus bangun pagi pagi buta, mengingat meeting besok aku perkirakan akan
berlangsung cukup alot karena menyangkut negosiasi dan kontrak, disamping itu
meeting dengan Pak Reza, calon clien, jadwalnya jam 10:00 pagi.
Pukul 19:00
kami check in di Sheraton Hotel, setelah menyelesaikan administrasinya kami
langsung masuk ke kamar masing masing untuk istirahat.
Kurendam
tubuhku di bathtub dengan air hangat untuk melepas rasa penat setelah seharian
meeting di kantor menyiapkan bahan meeting untuk besok. Cukup lama aku di kamar
mandi hingga kudengar HP ku berbunyi, tapi tak kuperhatikan, paling juga
suamiku yang lagi kesepian di rumah, pikirku.
Setelah
puas merendam diri, kukeringkan tubuhku dengan handuk menuju ke kamar.
Kukenakan pakaian santai, celana jeans straight dan kaos ketat full press body
tanpa lengan hingga lekuk tubuhku tercetak jelas, kupandangi penampilanku di
kaca, dadaku kelihatan padat dan menantang, cukup attraktif, di usiaku yang 32
tahun pasti orang akan mengira aku masih berumur sekitar 27 tahun.
Kutelepon
ke rumah dan HP suamiku, tapi keduanya tidak ada yang jawab, lalu kuhubungi
kamar Andi yang nginap tepat di sebelah, idem ditto. Aku teringat miss call di
HP-ku, ternyata si Rio, gigolo langgananku di Jakarta, kuhubungi dia.
“hallo
sayang, tadi telepon ya” sapaku
“mbak Lily,
ketemu yok, aku udah kangen nih, kita pesta yok, ntar aku yang nyiapin
pesertanya, pasti oke deh mbak” suara dari ujung merajuk
“pesta
apaan?”
“pesta asik
deh, dijamin puas, Mbak Cuma sediakan tempatnya saja, lainnya serahkan ke Rio,
pasti beres, aku jamin mbak” bujuknya
“emang
berapa orang” tanyaku penasaran
“rencanaku
sih aku dengan dua temanku, lainnya terserah mbak, jaminan kepuasannya Rio deh
mbak”
“asik juga
sih, sayang aku lagi di Surabaya nih, bagaimana kalo sekembalinya aku nanti”
“wah sayang
juga sih mbak, aku lagi kangen sekarang nih”
“simpan saja
dulu ya sayang, ntar pasti aku kabari sekembaliku nanti”
“baiklah
mbak, jangan lupa ya”
“aku nggak
akan lupa kok sayang, eh kamu punya teman di Surabaya nggak?” tanyaku ketika
tiba tiba kurasakan gairahku naik mendengar rencana pestanya Rio.
“Nah kan bikin
pesta di Surabaya” ada nada kecewa di suaranya
“gimana
punya nggak, aku perlu malam ini saja”
“ada sih,
biar dia hubungi Mbak nanti, nginapnya dimana sih?”
“kamu tahu
kan seleraku, jangan asal ngasih ntar aku kecewa”
“garansi
deh mbak”
Kumatikan
HP setelah memberitahukan hotel dan kamarku, lalu aku ke lobby sendirian, masih
sore, pikirku setelah melihat jam tanganku masih pukul 21:00 tapi cukup telat
untuk makan malam.
Cukup
banyak tamu yang makan malam, kuambil meja agak pojok menghadap ke pintu
sehingga aku bisa mengamati tamu yang masuk. Ketika menunggu pesanan makanan
aku melihat Pak Reza sedang makan bersama seorang temannya, maka kuhampiri dan
kusapa dia.
“malam Bapak,
apa kabar?” sapaku sambil menyalami dia
“eh Mbak
Lily, kapan datang, kenalin ini Pak Edwin buyer kita yang akan meng-export
barang kita ke Cina” sambut Pak Reza, aku menyalami Pak Edwin dengan hangat.
“silahkan
duduk, gabung saja dengan kami, biar lebih rame, siapa tahu kita tak perlu lagi
meeting besok” kelakar Pak Edwin dengan ramah.
“terima
kasih Pak, wah kebetulan kita bertemu di sini, kan aku nginap di hotel ini”
jawabku lalu duduk bergabung dengan mereka.
Kami pun
bercakap ringan sambil makan malam, hingga aku tahu kalau Pak Edwin dan Pak
Reza ternyata sobat lama yang selalu berbagi dalam suka dan duka, meskipun
kelihatannya Pak Reza lebih tua, menurut taksiranku sekitar 45 tahun, sementara
Pak Edwin, seorang chinesse, mungkin usianya tidak lebih dari 40 tahun, maximum
37 tahun perkiraanku. Setelah selesai makan malam, aku pesan red wine
kesukaanku, sementara mereka memesan minuman lain yang aku tidak terlalu
perhatikan.
“Bagaimana
dengan besok, everything is oke?” Tanya Pak Reza
“Untuk
Bapak aku siapkan yang spesial, kalau tahu bapak ada disini pasti kubawa
proposalku tadi” kelakarku sambil tersenyum melirik Pak Edwin, si cina ganteng
itu.
Tak terasa
jarum jam sudah menunjukkan pukul 22:30, cukup lama juga kita ngobrol dan entah
sudah berapa gelas red wine yang sudah meluncur membasahi tenggorokanku hingga
kepalaku agak berat, tak pernah aku minum wine sebanyak ini, pengaruh alcohol
sepertinya sudah menyerangku. Tamu sudah tidak banyak lagi disekitar kami.
Kupanggil waitres untuk menyelesaikan pembayaran yang di charge ke kamarku.
Kamipun
beranjak hendak pulang ketika tiba tiba kepalaku terasa berat dan badanku
terhuyung ke Pak Edwin, Pak Reza sudah duluan pergi ketika Pak Edwin memeluk
dan membimbingku ke lift menuju kamar, aku sendiri sudah diantara sadar dan
tidak, ketika Pak Edwin mengambil tas tanganku dan mengambil kunci kamar lalu
membukanya.
Dengan hati
hati Pak Edwin merebahkan tubuhku di ranjang, dilepasnya sepatu hak tinggiku
dan perlahan membetulkan posisi tubuhku, aku sudah tak ingat selanjutnya.
Kesadaranku
tiba tiba timbul ketika kurasakan dadaku sesak dan ada kegelian bercampur
nikmat di antara putingku, kubuka mataku dengan berat dan ternyata Pak Edwin
sedang menindih tubuhku sambil mengulumi kedua putingku secara bergantian, tubuhku
sudah telanjang, entah kapan dia melepasnya begitu juga Pak Edwin yang hanya
memakai celana dalam.
Bukannya
berontak setelah kesadaranku timbul tapi malah mendesah kenikmatan, kuremas
rambut kepala Pak Edwin yang masih bermain di kedua buah dadaku. Tangannya
mulai mempermainkan selangkanganku, entah kapan dia mulai menjamah tubuhku tapi
kurasakan vaginaku sudah basah, aku Cuma mendesah desah dalam kenikmatan.
“sshh..
eehh.. eegghh” desahku membuat Pak Edwin makin bergairah, dia kemudian mencium
bibirku dan kubalas dengan penuh gairah. Kuraba selangkangannya dan kudapati
tonjolan mengeras di balik celananya, cukup besar pikirku. Sambil berciuman,
kubuka celana dalamnya. Dia menghentikan ciumannya untuk melepas hingga
telanjang, ternyata penisnya yang tegang tidak sedasyat yang aku bayangkan,
meski diameternya besar tapi tidak terlalu panjang, paling sepanjang
genggamanku, dan lagi belum disunat, ada rasa sedikit kecewa di hatiku, tapi
tak kutunjukkan.
Dia kembali
menindih tubuhku, diciuminya leherku sambil mempermainkan lidahnya sepanjang
leher dan pundakku, lalu turun dan berputar putar di buah dadaku, putingku tak
lepas dari jilatannya yang ganas, jilatannya lalu beralih ke perut terus ke
paha dan mempermainkan lututku, ternyata jilatan di lutut yang tak pernah
kualami menimbulkan kenikmatan tersendiri. Daerah selangkangan adalah terminal
terakhir dari lidahnya, dia mempermainkan klitoris dan bibir vaginaku sambil
jari tangannya mulai mengocok vaginaku.
“sshh..
eegghh.. eehhmm.. ya Pak..truss Pak” desahku merasakan kenikmatan dari jilatan
dan kocokan jari Pak Edwin. Pak Edwin kembali ke atasku, kakinya dikangkangkan
di dadaku sambil menyodorkan penisnya, biasanya aku tak mau mengulum penis pada
kesempatan pertama, tapi kali ini entah karena masih terrpengaruh alcohol atau
karena aku terlalu terangsang, maka kuterima saja penisnya di mulutku.
Kupermainkan ujung kepalanya dengan lidah lalu turun ke batang penis, kemudian
tak lupa kantung bolanya dan terakhir kumasukkan penis itu ke dalam mulutku,
cukup kesulitan juga aku mengulum penisnya karena batang itu memang besar.
Dia
mengocok mulutku dengan penisnya selama beberapa saat, cukup kewalahan juga aku
menghadapi kocokannya untung, tidak berlangsung lama. Pak Edwin kembali berada
diantara kakiku, disapukannya penisnya ke bibir vaginaku lalu mendorong tanpa
kesulitan berarti hingga melesaklah penis itu ke vaginaku semua, aku merasa
masih banyak ruang kosong di bagian dalam vaginaku meski di bagian luarnya
terasa penuh oleh besarnya batang penis Pak Edwin.
“ehh..
sshh.. eeghghgh” aku mulai mendesah ketika Pak Edwin mulai mengocokkan
penisnya, dengan cepat dia mengocokku seperti piston pada mesin mobil yang
tancap gas, ada perbedaan rasa atas kocokan pada penis yang tidak disunat itu,
gesekan pada dinding vaginaku kurang greger, tapi tak mengurangi kenikmatan
malahan menambah pengalaman, tanpa ampun pantatnya turun naik di atas tubuhku
sambil menciumi leher jenjangku, kurasakan kenikmatan dari kocokannya dan
kegelian di leherku.
Pak Edwin
menaikkan tubuhnya dan bertumpu pada lutut dia mengocokku, dengan posisi
seperti ini aku bisa melihat expresi wajahnya yang kemerahan dibakar nafsu,
tampak sekali rona merah diwajahnya karena kulitnya yang putih tipikal orang
cina, wajah gantengnya bersemu kemerahan. Kutarik wajahnya dan kucium bibirnya
karena gemas, kocokannya makin cepat dan keras, keringat sudah membasahi
tubuhnya meski belum terlalu lama kami bercinta. Kugoyangkan pantatku
mengimbangi gerakannya, ternyata itu membuat dia melambung ke atas dan
menyemprotlah spermanya di vaginaku, kepala penisnya kurasakan membesar dan
menekan dinding vaginaku, denyutnya sampai terasa di bibir vaginaku, lalu dia
terkulai lemas setelah menyemprotkan spermanya hingga habis.
Agak kecewa
juga aku dibuatnya karena aku bahkan belum sempat merasakan sensasi yang lebih
tinggi, terlalu cepat bagiku, tak lebih dari sepuluh menit.
“sorry aku
duluan” bisiknya di telingaku sambil tubuhnya ditengkurapkan di atas tubuhku.
“nggak apa
kok, ntar lagi” kataku menghibur diri sendiri, kudorong tubuhnya dan dia rebah
disampingku, dipeluknya tubuhku, dengan tetap telanjang kami berpelukan,
napasnya masih menderu deru.
Aku berdiri
mengambil Marlboro putih dari tas tanganku, kunyalakan dan kuhisap dalam dalam
dan kuhembuskan dengan keras untuk menutup kekesalan diriku.
“I need
another kontol” pikirku kalut
Kulihat di
HP ada SMS dari Rio dengan pesan “namanya Rino, akan menghubungi mbak, dari
Rio”
Jarum jam
sudah menunjukkan 23:20, berarti cukup lama aku tadi tidak sadarkan diri sampai
akhirnya “dibangunkan” Pak Edwin, kulihat Pak Edwin sudah terlelap kecapekan,
kupandangi dia, dengan postur tubuh yang cukup atletis dan wajah yang ganteng
sungguh sayang dia tidak bisa bertahan lama, pikirku.
Kunyalakan
Marlboro kedua untuk menurunkan birahiku yang masih tinggi setelah setelah
mendapat rangsangan yang tak tuntas, lalu kucuci vaginaku dari sperma Edwin,
kalau tidak ingat menjaga wibawa seorang boss, sudah kuminta si Andi menemaniku
malam ini, tapi ketepis angan itu karena akan merusak hubungan kerjaku
dengannya.
Kulayangkan
pandanganku keluar, gemerlap lampu Kota Surabaya masih kukenali meski sudah
bertahun tahun kutinggalkan. Kalau tidak ada Pak Edwin mungkin sudah kuhubungi
Rio untuk segera mengirim Rino kemari, tapi aku jadi nggak enak sama dia.
Ketika akan
kunyalakan batang rokok ketiga, kudengar bel pintu berbunyi, agak kaget juga
ada tamu malam malam begini, kuintip dari lubang intip di pintu, berdiri sosok
laki laki tegap dengan wajah ganteng seganteng Antonio Banderas, maka kukenakan
piyama dan kubuka pintu tanpa melepaskan rantai pengamannya.
“mbak Lily?
saya Rino temannya Rio” sapanya
Agak
bingung juga aku, disatu sisi aku membutuhkannya apalagi dengan penampilan dia
yang begitu sexy sementara di sisi lain masih ada Pak Edwin di ranjang.
“Sebentar
ya” kataku menutup pintu kembali, terus terang aku nggak tahu bagaimana
menentukan sikap, sebenarnya aku nggak keberatan melayani mereka berdua malah
itu yang aku harapkan tapi bagaimana dengan Pak Edwin, rekanan bisnis yang baru
beberapa jam yang lalu aku kenal, tentu aku harus menjaga citraku sebagai
seorang bisnis women professional, aku bingung memikirkannya.
“kudengar
ada bel pintu, ada tamu kali” kata Pak Edwin dari ranjang
“eh..anu..enggak
kok Pak” jawabku kaget agak terbata
“jangan
panggil Pak kalau suasana begini, apalagi dengan apa yang baru saja terjadi,
panggil Edwin atau Koh Edwin saja, toh hanya beberapa tahun lebih tua”
“iya teman
lama, nggak penting sih, tapi kalau bapak keberatan aku suruh dia pulang biar
besok dia kesini lagi” kataku
“ah nggak
pa pa kok, santai saja” jawabnya ringan.
Aku kembali
membuka pintu tapi aku yang keluar menemui dia di depan pintu, kini kulihat
jelas postur tubuhnya yang tinggi dan atletis, usia paling banter 26 tahun,
makin membuat aku kepanasan.
“di dalam
ada rekanku, bilang aja kamu teman lama dan apapun yang terjadi nanti suka atau
nggak suka kamu harus terima bahkan kalau aku memintamu untuk pulang tanpa
melakukan apa apa kamu harus nurut, besok aku telepon lagi, aku mohon
pengertianmu” kataku pada Rino tegas.
“Nggak apa
mbak, aku ikuti saja permainan Mbak Lily, aku percaya sama Rio dan aku orangnya
easy going kok mbak, pandai membawa diri” katanya lalu kupersilahkan masuk.
Kulihat
Edwin masih berbaring di ranjang dengan bertutupkan selimut. Aku jadi canggung
diantara dua laki laki yang baru kukenal ini sampai lupa mengenalkan mereka
berdua, basa basi kutawari Rino minuman, tiba tiba Edwin bangkit dari ranjang
dan dengan tetap telanjang dia ke kamar mandi. Aku kaget lalu melihat ke Rino
yang hanya dibalas dengan senyuman nakal.
“wah
ngganggu nih” celetuk Rino
“ah enggak
udah selesai kok”jawabku singkat
“baru akan
mulai lagi, kamu boleh tinggal atau ikutan atau pergi terserah kamu, tapi itu
tergantung sama Lily” teriak Edwin dari kamar mandi, entah basa basi atau
bercanda atau serius aku nggak tau.
“Rio udah
cerita sama aku mengenai mbak” bisik Rino pelan supaya tidak terdengar Edwin.
Edwin
keluar dari kamar mandi dengan tetap telanjang, dia mendekatiku menarikku dalam
pelukannya lalu mencium bibirku, tanpa mempedulikan keberadaan Rino dia
melorotkan piyamaku hingga aku telanjang di depan mereka berdua. Kami kembali
berpelukan dan berciuman, tangan Edwin mulai menjamah buah dadaku, meraba raba
dan meremasnya. Ciumannya turun ke leherku hingga aku mendongak kegelian,
kemudian Edwin mengulum putingku secara bergantian, kuremas remas rambutnya
yang terbenam di kedua buah dadaku.
Kulihat
Rino masih tetap duduk di kursi, entah kapan dia melepas baju tapi kini dia
hanya mengenakan celana dalam mini merahnya, benjolan dibaliknya sungguh besar
seakan celana dalamnya tak mampu menampung kebesarannya.
Badannya
begitu atletis tanpa lemak di perut menambah ke-sexy-annya. Melihat potongan
tubuhnya berahiku menjadi cepat naik disamping rangsangan dan serbuan dari
Edwin di seluruh tubuhku, kupejamkan mataku sambil menikmati cumbuan Edwin.
Ketika
jilatan Edwin mencapai selangkanganku, kuraskan pelukan dan rabaan di kedua
buah dadaku dari belakang, kubuka mataku ternyata Edwin sedang sibuk di
selangkanganku dan Rino berada di belakangku. Sambil meraba raba Rino menciumi
tengkuk dan menjilati telingaku membuat aku menggelinjang kegelian mendapat
rangsangan atas bawah depan belakang secara bersamaan, terutama yang dari Rino
lebih menarik konsentrasiku.
Mereka
merebahkan tubuhku di ranjang, Edwin tetap berkutat di vaginaku sementara Rino
beralih mengulum putingku dari kiri ke kanan. Kugapai penis Rino yang menegang,
agak kaget juga mendapati kenyataan bahwa penisnya lebih panjang, hampir dua
kali punya Edwin meski batangnya tidak sebesar dia, tapi bentuknya yang lurus
ke depan dan kepalanya yang besar membuat aku semakin ingin cepat menikmatinya,
kukocok kocok untuk mendapatkan ketegangan maximum dari penisnya.
Edwin
membalikkan tubuhku dan memintaku pada posisi doggie, Rino secara otomatis
menempatkan dirinya di depanku hingga posisi penisnya tepat menghadap ke mukaku
persisnya ke mulutku.
Untuk kedua
kalinya Edwin melesakkan penisnya ke vaginaku dan langsung menyodok dengan
keras hingga penis Rino menyentuh pipiku. Kuremas penis itu ketika Edwin dengan
gairahnya mengobok obok vaginaku. Tanpa sadar karena terpengaruh kenikmatan
yang diberikan Edwin, kujilati Penis Rino dalam genggamanku dan akhirnya
kukulum juga ketika Edwin menghentakkan tubuhnya ke pantatku, meski tidak
sampai menyentuh dinding terdalam vaginaku tapi kurasakan kenikmatan demi
kenikmatan pada setiap kocokannya. Kukulum penis Rino dengan gairah segairah
kocokan Edwin padaku, Rino memegang kepalaku dan menekan dalam dalam sehingga
penisnya masuk lebih dalam ke mulutku meski tidak semuanya tertanam di dalam.
Sambil mengocok tangan Edwin meraba raba punggungku hingga ke dadaku, sementara
Rino tak pernah memberiku peluang untuk melepaskan penisnya dari mulutku.
“eegghhmm..
eegghh” desahku dari hidung karena mulutku tersumbat penis Edwin.
Tak lama
kemudian Edwin menghentikan kocokannya dan mengeluakan penisnya dari vaginaku
meski belum kurasakan orgasmenya, Rino lalu menggantikan posisi Edwin, dengan
mudahnya dia melesakkan penisnya hingga masuk semua karena memang batangnya
lebih kecil dari penis Edwin, kini ini kurasakan dinding bagian dalam vaginaku
tersentuh, ada perasaan menggelitik ketika penis Rino menyentuhnya. Dia
langsung mengocok perlahan dengan penuh perasaan seakan menikmatai gesekan demi
gesekan, makin lama makin cepat, tangannya memegang pinggangku dan menariknya
berlawanan dengan gerakan tubuhnya sehingga penisnya makin masuk ke dalam
mengisi rongga vaginaku yang tidak berhasil terisi oleh penis Edwin.
Ada
kenikmatan yang berbeda antara Edwin dan Rino tapi keduanya menghasilkan
sensasi yang luar biasa padaku saat ini. Cukup lama Rino menyodokku dari
belakang, Edwin entah kemana dia tidak ada di depanku, mungkin dia meredakan
nafsunya supaya tidak orgasme duluan.
Rino lalu
membalikku, kini aku telentang di depannya, ditindihnya tubuhku dengan tubuh
sexy-nya lalu kembali dia memasukkan penisnya, dengan sekali dorong amblaslah
tertelan vaginaku, dengan cepat dan keras dia mengocokku, penisnya yang keras
dengan kepala besar seakan mengaduk aduk isi vaginaku, aku mendesah tak
tertahan merasakan kenikmatan yang kudapat.
“eehh..yess..fuck
me hard..yess” desahku mulai ngaco menerima gerakan Rino yang eksotik itu.
Sambil mendesah kupandangi wajah tampan Antonio Banderas-nya yang menurut
taksiranku tidak lebih dari 26 tahun, membuat aku makin kelojotan dan tergila
gila dibuatnya. Kulihat Edwin berdiri di samping Rino, tatapan mataku tertuju
pada penisnya yang terbungkus kondom yang menurutku aneh, ada asesoris di
pangkal kondom itu, sepertinya ada kepala lagi di pangkal penisnya. Kulihat dia
dan dia membalas tatapanku dengan pandangan dan senyum nakal.
Ditepuknya
pundak Rino sebagai isyarat, agak kecewa juga ketika Rino menarik keluar
penisnya disaat saat aku menikmatinya dengan penuh nafsu. Tapi kekecewaan itu
tak berlangsung lama ketika Edwin menggantikan posisinya, begitu penisnya mulai
melesak masuk kedalam tak kurasakan perbedaannya dari sebelumnya tapi begitu
penisnya masuk semua mulailah efek dari kondom berkepala itu kurasakan,
ternyata kepala kondom itu langsung menggesek gesek klitorisku saat Edwin
menghunjam tajam ke vaginaku, klitorisku seperti di gelitik gelitik saat Edwin
mengocok vaginaku, suatu pengalaman baru bagiku dan kurasakan kenikmatan yang
aneh tapi begitu penuh gairah.
Edwin
merasakan kemenangan ketika tubuhku menggelinjang menikmati sensasinya. Rino
kembali mengulum putingku dari satu ke satunya, lalu tubuhnya naik ke atas
tubuhku dan mekangkangkan kakinya di kepalaku, disodorkannya penisnya ke
mulutku, aku tak bisa menolak karena posisinya tepat mengarah ke mulut, kucium
aroma vaginaku masih menempel di penisnya, langsung kubuka mulutku menerima
penis itu. Sementara kocokan Edwin di vaginaku makin menggila, kenikmatannya
tak terkirakan, tapi aku tak sempat mendesah karena disibukkan penis Rino yang
keluar masuk mulutku. Aku menerima dua kocokan bersamaan di atas dan dibawah,
membuatku kewalahan menerima kenikmatan ini.
Setelah
cukup lama mengocokku dengan kondom kepalanya, Edwin menarik keluar penisnya
dan melepaskan kondomnya lalu dimasukkannya kembali ke vaginaku, tak lama
kemudian kurasakan denyutan dari penis Edwin yang tertanam di vaginaku,
denyutannya seakan memelarkan vaginaku karena terasa begitu membesar saat
orgasme membuatku menyusul beberapa detik kemudian, dan kugapailah kenikmatan
puncak dari permainan sex, kini aku bisa mendapatkan orgasme dari Edwin. Tahu
bahwa Edwin telah mendapatkan kepuasannya, Rino beranjak menggantikan posisi
Edwin, tapi itu tak lama, dia memintaku untuk di atas dan kuturuti
permintaannya.
Rino lalu
telentang di sampingku, kunaiki tubuhnya dan kuatur tubuhku hingga penisnya
bisa masuk ke vaginaku tanpa kesulitan berarti.
Aku
langsung mengocok penisnya dengan gerakan menaik turunkan pantatku, buah dadaku
yang menggantung di depannya tak lepas dari jamahannya, diremasnya dengan penuh
gairah seiring dengan kocokanku. Gerakan pinggangku mendapat perlawanan dari
Rino, makin dia melawan makin dalam penisnya menancap di vagina dan makin
tinggi kenikmatan yang kudapat. Karena gairahku belum turun banyak saat
menggapai orgasme dengan Edwin, maka tak lama kemudian kugapai lagi orgasme
berikutnya dari Rino, denyutanku seolah meremas remas penis Rino di vaginaku.
“OUUGGHH..
yess.. yess.. yess” teriakku
Rino yang
belum mencapai puncaknya makin cepat mengocokku dari bawah, tubuhku ambruk di
atas dadanya, sambil tetap mengocokku dia memeluk tubuhku dengan erat, kini aku
Cuma bisa mendesah di dekat telinganya sambil sesekali kukulum. Tak berapa lama
kemudian Rino pun mencapai puncaknya, kurasakan semprotan sperma dan denyutan
yang keras di vaginaku terutama kepala penisnya yang membesar hingga mengisi
semua vaginaku.
“oouuhh..yess..I
love it” teriakku saat merasakan orgasme dari Rino.
Kurasakan
delapan atau sembilan denyutan keras yang disusul denyutan lainnya yang melemah
hingga menghilang dan lemaslah batang penis di vaginaku itu.
Kami
berpelukan beberapa saat, kucium bibirnya dan akupun berguling rebahan di
sampingnya, Rino memiringkan tubuhnya menghadapku dan menumpangkan kaki
kanannya di tubuhku sambil tangannya ditumpangkan di buah dadaku, kurasakan
hembusan napasnya di telingaku.
“mbak Lily
sungguh hebat” bisiknya pelan di telingaku.
Aku hanya
memandangnya dan tersenyum penuh kepuasan. Cukup lama kami terdiam dalam
keheningan, seolah merenung dan menikmati apa yang baru saja terjadi.
Akhirnya
kami dikagetkan bunyi “beep” satu kali dari jam tangan Rino yang berarti sudah
jam 1 malam.
“Rino, kamu
nginap sini ya nemenin aku ya, Koh Edwin kalau nggak keberatan dan tidak ada
yang marah di rumah kuminta ikut nemenin, gimana?” pintaku
“Dengan
senang hati” jawabnya gembira, Rino hanya mengangguk sambil mencium keningku.
Kami
bertiga rebahan di ranjang, kumiringkan tubuhku menghadap Edwin, kutumpangkan
kaki kananku ke tubuhnya dan tanganku memeluk tubuhnya, sementara Rino
memelukku dari belakang, tangannya memegang buah dadaku sementara kaki kanannya
ditumpangkan ke pinggangku.Tak lama kemudian kami tertidur dalam kecapekan dan
penuh kenangan, aku berada ditengah diantara dua laki laki yang baru kukenal
beberapa jam yang lalu.
Entah
berapa lama kami tidur dengan posisi seperti itu ketika kurasakan ada sesuatu
yang menggelitik vaginaku, kubuka mataku untuk menepis kantuk, ternyata Rino
berusaha memasukkan penisnya ke vaginaku dari belakang dengan posisi seperti
itu. Kuangkat sedikit kaki kananku untuk memberi kemudahan padanya, lalu
kembali dia melesakkan penisnya ke vaginaku, aku masih tidak melepaskan
pelukanku dari Edwin sementara Rino mulai mengocokku dari belakang dengan
perlahan sambil meremas remas buah dadaku. Tanganku pindah ke penis Edwin dan
mengocoknya hingga berdiri, tapi anehnya Edwin masih memejamkan matanya,
sepuluh menit kemudian Rino kurasakan denyutan kuat dari penis Rino pertanda
dia orgasme, tanpa menoleh ke Rino aku melanjutkan tidurku, tapi ternyata Edwin
sudah bangun, dia memintaku menghadap ke Rino ganti dia yang mengocokku dari
belakang seperti tadi sambil aku memeluk tubuh Rino dan memegangi penisnya yang
sudah mulai melemas.
Berbeda
dengan kocokan Rino yang pelan pelan, Edwin melakukan kocokan dengan keras
disertai remasan kuat di buah dadaku sampai sesekali aku menjerit dalam
kenikmatan, cukup lama Edwin mengocokku hingga aku mengalami orgasme lagi
beberapa detik sebelum dia mengalaminya, kemudian kami melanjutkan tidur yang
terputus.
Kami
terbangun sekitar pukul delapan ketika telepon berbunyi, kuangkat dan ternyata
dari Andi.
“pagi bu,
udah bangun?” tanyanya dari seberang
“pagi juga
Andi, untung kamu bangunin kalau tidak bisa ketinggalan meeting nih, oke kita
ketemu di bawah pukul 9, tolong di atur tempat meetingnya, cari yang bagus”
jawabku memberi perintah
“beres bu”
jawabnya
“Edwin, aku
ada meeting dengan Pak Reza jam 10, kamu bagaimana?” tanyaku
“lho
meetingnya kan juga sama sama aku” jawab Edwin
“oh ya? dia
tidak pernah cerita tuh, dia Cuma bilang meetingnya antara aku, dia dan satu
orang lagi rekannya”
“oke
anyway, aku tak mau datang ke tempat meeting dengan pakaian yang sama dengan
kemarin”
“Ayo mandi
lalu kita cari pakaian di bawah” kataku
“Rino, kamu
boleh tinggal disini atau pergi, tapi yang jelas aku nanti memerlukanmu setelah
meeting” kataku sambil menuju ke kamar mandi menyusul Edwin yang mandi duluan.
Kami berdua
mandi dibawah pancuran air hangat, kami saling menyabuni satu sama lain, dia
memelukku dari belakang sambil meremas remas buah dadaku dan menjilati
telingaku, kuraih penisnya dan kukocok, tubuh kami yang masih berbusa sabun
saling menggesek licin, ternyata membuatku lebih erotis dan terangsang. Tanpa
menunggu lebih lama kuarahkan angkat kaki kananku dan mengarahkan penisnya ke
vaginaku, dengan ketegangannya ditambah air sabun maka mudah baginya untuk
masuk ke dalam, Edwin langsung menancapkan sedalam dia bisa. Pancuran air panas
membasahi tubuh kami berdua lebih romantis rasanya, tapi itu tak berlangsung
lama ketika Edwin menyemprotkan spermanya di dalam vaginaku, tidak banyak dan
tidak kencang memang tapi cukuplah untuk memulai hari ini dengan dengan penuh
gairah.
Setelah
mandi aku mengenakan pakaian kerja resmi, entah mengapa kupilih pakaian yang
resmi tapi santai, mungkin karena terpengaruh perasaanku yang lagi bergairah
maka tanpa bra kukenakan tank top dan kututup dengan blazer untuk menutupi
putingku yang menonjol di balik tank top-ku, lalu kupadu dengan rok mini
sehingga cukup kelihatan resmi, aku merasa sexy dibuatnya.
Kutinggalkan
amplop berisi uang di meja dan kucium Rino.
“Kalau kamu
mau mau keluar ada uang di meja, ambil saja ntar aku hubungi lagi, kalau mau
tinggal up to you be my guest” bisikku yang dibalas ciuman dan remasan di buah
dadaku.
Pukul 9:15
kami keluar kamar, bersamaan dengan Andi keluar dari kamarnya tepat ketika aku
keluar bersama Edwin dan Rino memberiku ciuman di depan pintu, dia menoleh ke
arah kami tapi segera memalingkan wajahnya ke arah lain seolah tidak melihat,
tapi aku yakin dia melihatnya.
“Morning
Andi” sapaku
“eh morning
Bu, ruang meeting sudah aku atur dan semua dokumen sudah saya siapkan, copy
file-nya ada di laptop ibu” jawabnya memberi laporan ketika kami menuju lift.
“Thanks
Ndi” jawabku singkat.
Kami
bertiga terdiam di lift, aku yang biasanya banyak bicara mencairkan suasana
jadi kaku dan salah tingkah, masih memikirkan apa yang ada di pikiran Andi
bahwa aku keluar dari kamar dengan seorang laki laki dan ada laki laki lainnya
di kamarku, ah persetan pikirku, saking kikuknya sampai aku lupa mengenalkan
Edwin pada Andi. Dalam kebekuan kuamati Andi dari bayangan di cermin lift, baru
kusadari kalau sebenarnya Andi mempunyai wajah tampan dan berwibawa, meski
umurnya baru 27 tahun tapi ketegasan tampak di kerut wajahnya. Sedikit lebih
tinggi dariku tapi karena aku pakai sepatu hak tinggi, maka kini aku lebih
tinggi darinya, posturnya tubuhnya cukup proporsional karena dia sering cerita
kalau fitness secara teratur 3 kali seminggu, aku baru sadar bahwa selama ini
aku nggak pernah melihat Andi sebagai seorang laki laki, tapi lebih kepada
pandangan seorang Bos ke anak buahnya.
Diluar
dugaan, Andi ternyata memergokiku saat mengamatinya, pandangan mata kami
bertemu di pantulan cermin.
“Ting”,
untunglah lift terbuka, aku segera keluar menghindar dari pandangan Andi, kami
langsung breakfast setelah terlebih dulu mencarikan Edwin pakaian dan dasi
pengganti, meski Shopping Arcade masih belum buka karena terlalu pagi, tapi
dengan sedikit paksaan akhirnya mereka mau juga melayani kami.
“Eh Bu
Lily, saya kok belum dikenalin dengan Mas ini” Tanya Edwin bersikap resmi,
mengingatkanku akan kekonyolanku pagi ini.
“Oh iya,
Andi, ini Pak Edwin, clien dari Pak Reza yang akan menjual produk kita ke Cina
yang berarti Clien kita juga, dan nanti Pak Edwin akan gabung dengan kita di
meeting” kataku yang disambut uluran tangan Edwin ke Andi.
“Pak Edwin,
Andi ini salah satu orang kepercayaan saya, dialah yang in charge nanti, meski
baru dua tahun ikut saya tapi naluri bisnisnya boleh di uji” lanjutku memuji
Andi, itu biasa kulakukan untuk memperbesar rasa percaya diri anak buah
sekaligus supaya
clien lebih
confident.
Ini adalah
breakfast terlama yang pernah aku alami, serba salah tingkah dan yang pasti aku
tak berani memandang Andi, entah mengapa. Untunglah Edwin bisa mencairkan
suasana bengan berbagai joke-nya.
Bertiga
kami masuk ke ruang meeting yang sudah di booking Andi, ternyata cukup nyaman
suasananya, tidak seperti ruang meeting biasa yang kaku dan menjemukan, tapi
lebih terkesan bernuansa santai tapi serius, Meeting table bulat dengan
dikelilingi 6 kursi putar, sementara dipojokan ada sofa dan meja kecil, di
ujung yang lain terdapat tea set lengkap dengan electric kettle.
Aku dan
Andi duduk bersebelahan menyiapkan dokumen di meja, kuletakkan laptop di
depanku, Pak Edwin duduk di sebelah kiriku.
“Ndi tolong
nyalakan laptop, aku ke toilet sebentar” kataku sambil meninggalkan mereka
berdua. Kuhabiskan sebatang Marlboro di toilet untuk menghilangkan keteganganku
dan kurapikan baju dan make up ku.
Pak Reza
sudah berada di ruangan ditemani dengan wanita yang muda dan cantik ketika aku
kembali ke ruangan meeting.
“Pagi Pak
Reza, pagi Bu” sapaku sambil menyalami mereka berdua
“Pagi juga
Mbak Lily, anda kelihatan cantik pagi ini” kata Pak Reza
“emang
selama ini nggak cantik” jawabku
“Lily”
sapaku pada wanita di samping Pak Reza sambil mengulurkan tangan
“Lisa”
jawabnya sambil tersenyum manis
“bukan
begitu, tapi pagi ini lebih cantik dan cerah”
“Oh Mbak
Lisa, selama ini kita hanya bertemu lewat telepon dan faximile” kataku lagi
“dan sekarang
inilah dia orangnya” lanjut Pak Reza.
Ternyata
Andi belum menyalakan laptopku, agak marah juga aku melihat dia tidak
melaksanakan perintahku, maka dengan mata melotot ke arahnya kuambil kembali
laptopku dari hadapannya lalu kunyalakan. Betapa terkejutnya aku ketika laptop
itu menyala, tampak di monitor laptopku seorang wanita sedang telentang
menerima kocokan di vaginanya sementara mulutnya mengulum penis kedua dan
tangan satunya memegang penis ketiga, aku baru tersadar kalau sebelum berangkat
dari kantor kemarin sempat membuka koleksi pic yang ada laptop-ku dan karena
buru buru mungkin saat mematikan laptop bukan “shut down” yang aku pilih tapi
“stand by”. Mukaku merah dibuatnya, untung tak ada yang memperhatikan, langsung
aku “re-booting”, kulirik Andi tapi dia menyiapkan document dan tidak
memperhatikanku, pantesan dia langsung mematikannya, pikirku. Aku jadi lebih
salah tingkah lagi terhadap Andi, tapi segera aku kembali konsentrasi untuk
meeting ini.
Meeting
dimulai dengan presentasi Andi dan dilakukan tanya jawab, justru yang banyak
bertanya adalah Lisa dan itu dilayani dengan cekatan oleh Andi, sementara aku
Cuma kadang kadang saja menguatkan pendapat Andi atau membantunya membuat
keputusan untuk menerima atau klarifikasi, hal ini kulakukan untuk lebih
meyakinkan Lisa maupun Pak Reza disamping untuk memperbesar rasa percaya diri
pada Andi. Cukup alot juga pembicaraan antara mereka berdua, tapi aku tak mau
mencampuri sebelum dia benar benar kepepet. Aku kagum sama Lisa yang cantik
tapi piawai dalam negosiasi.
Setelah
masalah teknis dan kontrak selesai sampailah pada masalah harga dan itu adalah
tugasku dengan Pak Reza, dengan beberapa alternatif harga yang aku tawarkan
akhirnya dicapailah kesepakatan.
“Ndi, kamu
revisi dan di print di Business Center supaya bisa ditandatangani sekarang
juga, jangan lupa materei-nya” perintahku
“baik
bu”jawabnya lalu dia keluar sambil membawa laptopku dokumen dokumen yang
diperlukan.
Kupesan
champagne merayakan kerja sama ini ketika Andi sudah meninggalkan ruangan.
“Selamat
Mbak Lily semoga sukses dengan kerja sama kita ini” Pak Edwin menyalamiku
sambil mencium kedua pipiku.
Aku
menyalami lalu memeluk Lisa dan menempelkan pipiku padanya.
“Anda
begitu hebat dalam negosiasi” kataku
Tanpa
kuduga dia menjawab berbisik di telingaku.
“terima
kasih, Pak Reza tahu lho apa yang terjadi tadi malam di tempat Ibu”
“oh ya? apa
itu”jawabku kaget
“Pak Edwin
menginap di tempat mbak” katanya pelan mengagetkanku
“dan satu
orang cowok lagi” lanjutnya
Kulepas
pelukannya dan kupandangi Lisa yang masih kelihatan polos itu, lalu pandanganku
beralih ke Edwin sebagai protes, tapi dia hanya mengerutkan kening dan
mengangkat bahu saja sambil senyum.
Tak sempat
terbengong lebih lama, Pak Reza menyalamiku
“Selamat
atas kerja sama kita” katanya sambil menyalamiku dan tak kusangka sangka dia
menarik tubuhku ke pelukannya
“I know
what you did last night” katanya sambil mempererat pelukannya dan mengelus elus
punggungku.
Aku masih
tertegun tak merespon ucapan maupun tindakan Pak Reza, tapi kurasakan buah
dadaku tergencet di dadanya saat dia memelukku erat.
“Pak Reza
banyak orang, malu ah” jawabku pelan
“banyak
orang? ini kan kita kita juga” jawabnya tanpa melepas pelukannya tapi malah
meremas pantatku
Kulirik Pak
Edwin, dia hanya bediri di pojok melihat kami, sementara Lisa malah mendekat ke
Pak Edwin.
“Mari kita
rayakan kerja sama ini dengan penuh persahabatan” bisiknya sambil mencium pipi
dan bibirku bersamaan dengan tangannya menyingkap rok miniku hingga ke pinggang,
aku yakin Lisa maupun Edwin bisa melihat celana dalam model “Thong” yang hanya
terdapat penutup segitiga kecil di depan, hingga pasti mereka sudah melihat
pantatku.
Ciuman Pak
Reza sudah sampai di leherku, dilepasnya blazer yang menutupi bagian luarku hingga
tampak tank top pink yang kukenakan dibaliknya. Dengan hanya mengenakan tank
top, maka tampaklah putingku yang menonjol di baliknya.
Sebenarnya
aku bisa saja menolak cumbuan Pak Reza kalau mau, tapi melihat pandangan Pak
Reza yang penuh wibawa dan wajahnya yang galak tegas membuat aku takluk dalam
pelukan dan ciumannya. Bukan ketakutan masalah bisnis, aku yakin sebagai
seorang professional dia bisa membedakan antara bisnis dan pribadi, tapi memang
pada dasarnya aku juga mau dicumbunya.
Kulihat Pak
Edwin sudah berciuman dengan Lisa sementara tangannya meremas remas buah dada
Lisa yang montok itu.
Pak Reza
lalu menelentangkan tubuhku di atas meja meeting, disingkapkan rokku dan dari
celah celana dalam mini dia mulai menciumi dan menjilati vaginaku dengan
gairahnya.
Tiba tiba
kami dikagetkan ketukan di pintu, segera aku berdiri dan membetulkan rok miniku
dan kuambil blazerku, tapi Pak Reza memberi tanda supaya nggak usah dipakai.
Lisa
membuka pintu, ternyata room boy yang mengantar champagne pesananku, Lisa
menerima dan menyelesaikan pembayarannya ke kamarku dan dia minta supaya di
depan pintu diberi tanda “DO NOT DISTURB”, setelah mengunci pintu Lisa membuka
dan menuangkan untuk kami.
Pak Reza
tak mau kehilangan waktu, begitu pintu ditutup, dia kembali memelukku lalu
menurunkan tali tank top ku hingga ke tangan, setelah meremas remas sambil
mencium leherku, ditariknya tank topku hingga ke perut, maka terpampanglah buah
dadaku di depan semua orang.
“wow, very
nice breast, begitu kencang, I love it” komentar Pak Reza lalu kepalanya
dibenamkan di antara kedua bukit itu sambil tangannya meremas remasnya.
Ciumannya dengan cepat berpindah ke puncak bukit dan secara bergantian dia
mengulum dari satu puncak ke puncak lainnya. Dengan cepat ciuman Pak Reza turun
ke perut dan selangkanganku setelah terlebih dahulu melemparkan tank top ke
Edwin dan kembali merebahkan aku di meja meeting, dijilatinya vaginaku dari
balik celana dalamku.
Edwin
mendekatiku dari atas lalu mencium bibirku dan meremas buah dadaku kemudian
mengulum putingnya, sementara jilatan Pak Reza makin menggila di vaginaku, tapi
aku tak berani mendesah. Lisa sudah melepas blazernya hingga kelihatan buah
dadanya yang montok menantang dibalik kaos you can see ketatnya, dia hanya
duduk memperhatikan kami, tak seorangpun menyentuh champagne yang sudah
kupesan, ternyata akulah yang menjadi santapan selamat, bukan champagne itu.
Disaat aku lagi meregang dalam kenikmatan, kembali kami dikagetkan suara handle
pintu dibuka, lalu berganti dengan ketukan.
“Andi”
teriakku panik aku tak ingin Andi melihatku dalam keadaan seperti ini, akan
mengurangi wibawaku dimatanya.
Kudorong
kepala Pak Reza dengan halus, aku mencari tank top atau blazerku tapi
terlambat, Lisa sudah membuka dengan hati hati pintu itu dan masuklan Andi
dengan membawa laptop dan dokumen dokumennya sebelum aku sempat menutupi tubuh
atasku.
Kulihat
wajah Andi melongo terkaget kaget melihat aku duduk di meja meeting dalam
keadaan topless dan kaki di atas kursi, sementara Pak Reza masih jongkok di
bawahku dan Edwin ada dibelakangku dengan bertelanjang dada.
“eh
ma..ma..maaf mengganggu” katanya lalu berbalik ke pintu, tapi Lisa segera
menghalangi dan menutup kembali pintu itu.
“Udah duduk
saja di sini” jawab Lisa sambil menghalangi pintu itu dengan tubuhnya.
“tapi..tapi
..tapi ini harus ditandatangani” jawabnya belum sadar dengan apa yang terjadi.
“nggak ada
tapi, tanda tangan mah gampang, sini aku Bantu” kata Lisa sambil mengambil
dokumen dan laptop dari tangan Andi dan meletakkannya di meja pojok ruangan di
samping champagne..
“taruh di
sini saja, kamu lihat sendiri kan mereka sedang sibuk” kata Lisa sambil menarik
Andi duduk disebelahnya di sofa.
Kulihat
wajah Andi masih melongo kaget melihat bagaimana tingkah lakuku.
“Sudah
terlambat, persetan, apa yang terjadi terjadilah” pikirku dan kembali telentang
di meja menuruti permintaan Pak Reza, dipelorotnya rok mini dan celana dalamku.
Pada
mulanya agak risih juga bertelanjang di depan Andi tapi selanjutnya sudah tak
kuperhatikan lagi kehadiran Andi di ruangan itu ketika lidah Pak Reza dengan
cantiknya kembali menggelitik klitorisku. Edwin membimbing tanganku dan
dipegangkan ke penisnya yang sudah tegang, ternyata dia sudah mengeluarkan
penisnya dari lubang resliting, tanpa menunggu lebih lama kukocok penis itu.
Pak Reza
melepas celana dalamku dan dilemparkannya ke arah Lisa dan Andi, ternyata Lisa
sudah duduk di pangkuan Andi dan mereka sedang berciuman.
Pak Reza
menarikku duduk di tepi meja, ternyata dia masih berpakaian lengkap, kubantu
melepaskan pakaiannya, lalu aku jongkok di depannya, kupelorotkan celananya,
ternyata dia tidak memakai celana dalam, dan wow penisnya yang menegang
membuatku terpesona, besar dengan guratan otot di batangnya menonjol dengan
jelas.
Segera
kujilati kepala penisnya dan memasukkan kepala penisnya ke mulutku,
kupermainkan dengan lidahku di dalam, tak tahan diperlakukan seperti itu, Pak
Reza menaikkanku kembali duduk di meja, disapukannya kepala penis itu ke bibir
vaginaku, pelan pelan mendorong hingga masuk semua lalu didiamkannya sejenak,
maka melesaklah penis kedua di hari untuk vaginaku. Dia memandangku dengan
penuh nafsu, mencium bibirku, lalu mulai menggoyangkan pantatnya maju mundur
mengocok vaginaku, tangannya meraba buah dadaku lalu wajahku dan jarinya
dimasukkan ke mulutku, kukulum dan kupermainkan jarinya dengan lidahku.
Pak Edwin
mendekat lalu meremas remas buah dadaku, kuraih penisnya yang masih tegang
nongol dari lubang resliting dan kukocok seirama kocokan Pak Reza.
Kudengar
desahan dari tempat lain, ternyata Lisa sudah semi telanjang di pangkuan Andi
sedang mendapat kuluman dan remasan darinya di kedua putingnya, buah dada Lisa
yang montok itu hampir menutup wajah Andi yang sedang terbenam di celah
celahnya. Melihat hal itu, Pak Edwin meninggalkan kami menuju ke Lisa dan Andi,
segera dia mengulum puting Lisa yang merah menantang berbagi dengan Andi,
mendapat kuluman dari dua orang, Lisa sepertinya ingin teriak tapi ditahannya
dengan menggigit jarinya.
Setelah
puas mengocokku dari depan sambil meremas remas buah dadaku, Pak Reza memintaku
berbalik, maka aku berdiri membelakangi dia dan tubuhku membungkuk ke depan
bertumpu pada meja, kaki kananku kunaikkan di kursi, Pak Reza kembali
melesakkan penisnya di vaginaku, dia mengocok dengan kerasnya hingga meja
meeting itu begoyang goyang. Dengan posisi seperti ini aku bisa melihat Lisa
sedang duduk di sofa menerima jilatan Andi di vagina mengulum penis Pak Edwin
yang berdiri di sampingnya.
Kocokan Pak
Reza serasa menggesek semua sisi dinding vaginaku, begitu nikmat hingga aku
melayang dibuatnya, ingin aku menjerit karenanya tapi kutahan dengan menggigit
bibirku.
Terbuai
oleh kenikmatan dari Pak Reza, tanpa kusadari ternyata Lisa, Andi dan Edwin
ternyata sudah bergeser ke meja di dekatku hingga aku bisa melihat dengan jelas
bagaimana Andi mempermainkan klitoris Lisa sambil mengocokkan jarinya, ternyata
dia sudah mahir juga, batinku. Sementara Pak Edwin berada di antara aku dan
Lisa, sambil mengulum puting Lisa dia meremas buah dadaku.
Terkaget
aku ketika melihat Andi mengusapkan penisnya di vagina Lisa, ternyata penis
Andi begitu besar, sepertinya jauh lebih besar dari punya Pak Reza apalagi Pak
Edwin, mungkin sama besar dengan punya suamiku tapi dengan bentuk yang
melengkung ke atas membuatku ingin menikmatinya, itu adalah bentuk penis
favoritku.
Sepertinya
dia kesulitan memasukkan penis besarnya ke vagina Lisa, berulang kali dia
berusaha memasukkan tapi gagal meski vagina Lisa sudah basah, dicoba lagi dan
dicoba lagi hingga berhasil meski hanya separuh, tapi Lisa sudah menggelinjang
gelinjang entah kesakitan atau ke-enak-an. Kupegang tangannya dan dia
meremasnya dengan kuat saat Andi berusaha mendorong lebih dalam, memasukkan
mili demi mili penisnya ke dalam vagina Lisa. Sementara kocokan Pak Reza juga
tak kalah nikmatnya, goyangannya semakin bervariasi menghunjam vaginaku dari
berbagai arah dan gerakan. Tangan kami saling meremas dalam kenikmatan.
Andi mulai
mengocok Lisa dengan perlahan dan semakin lama semakin cepat, desah tertahan keluar
dari hidung Lisa, dia kelojotan menerima kocokan Andi meskipun pelan menurutku,
sambil meremas buah dada Lisa Andi mulai mempercepat dan menyodok dengan keras.
Remasan tangan Lisa makin kencang, sekencang kocokan Andi padanya.
“Aaauughh..eeghh..ss”
teriak Lisa tak dapat menahan kenikmatan yang diberikan Andi.
“sstt”
bisikku sambil menutupkan tanganku ke mulutnya, meski aku sendiri sedang
terbakar nafsu dan kenikmatan.
Andi
mengocok Lisa dengan penuh gairah nafsu, buah dada Lisa yang besar bergoyang goyang
liar seiring dengan kocokannya, tapi segera dihentikan dengan kuluman Pak Edwin
yang sepertinya nggak rela membiarkan buah dada itu bergoyang sendirian.
Kokocakan
Pak Reza sungguh bervariasi, baik kecepatan, arah maupun goyangannya, sungguh
trampil dia dalam bercinta, membuatku panas dingin dibuatnya.
Setelah
puas mengocokku, Pak Reza menarik keluar penisnya, dan digantikan dengan Pak
Edwin mengocokku. Aku berjongkok di kursi dan tanganku bersandarkan sandaran
kursi hingga Pak Edwin mengocokku dengan doggie style dengan tetap menghadap ke
Lisa dan Andi dan juga Pak Reza yang kini berdiri di sisi Andi menunggu giliran
sambil meremas dan mengulum buah dada Lisa yang montok manantang itu
menggantikan posisi Pak Edwin.
Andi
mengocok Lisa makin ganas, dengan satu kaki terangkat di pundaknya sedang satu
kaki lagi dipegang tangannya dengan posisi terpentang pasti penis Andi melesak
masuk ke vagina Lisa hingga menyentuh dinding terdalamnya, dengan disertai
dorongan yang keras pasti Lisa sudah terbang ke awang awang kenikmatan.
Andi lalu
memiringkan tubuh Lisa hingga dia menghadap ke arahku, lalu dia kembali
mengocoknya dengan keras, buah dada Lisa ikut bergoyang goyang seirama kocokan
Andi. “gila hebat juga ini anak” batinku.
Kocokan Pak
Edwin tak terlalu kuperhatikan karena setelah mendapatkan Pak Reza punya Pak
Edwin tidaklah terlalu berasa meski aku bisa menikmati sedikit kenikmatan yang
berbeda, dengan melihat bagaimana Andi memperlakukan Lisa aku bisa dengan cepat
bergairah kembali, maka kugoyangkan pantatku melawan gerakan Pak Edwin, secepat
kocokan Andi pada Lisa, aku begitu horny dibuatnya, sambil berharap supaya Andi
tidak orgasme di vagina Lisa terlebih dahulu supaya aku bisa menikmati
semprotan pertamanya.
Sambil
menunggu giliran yang belum juga diberikan Andi, Pak Reza menggapai buah dadaku
dan tangan satunya meremas buah dada Lisa yang lebih montok seolah hendak
membandingkan, kedua tangannya meremas dua buah dada yang berlainan bentuk dan
ukuran.
Aku sudah
khawatir cemas kalau ternyata Andi menyemprotkan spermanya di vagina Lisa
terlebih dahulu, karena sudah cukup lama dia mengocokkan penisnya ke vagina
Lisa, sudah setengah jam lebih.
“gila kuat
juga si Andi ini” batinku.
Kini Andi
mengocok Lisa dengan posisi doggie di atas kursi, meniru posisiku hingga kami
saling berhadapan, buah dada Lisa yang besar menggantung dan bergoyang dengan
indahnya ketika Andi mengocoknya, Pak Reza yang masih menunggu giliran dari
Andi duduk di meja antara kami, hingga kami bisa mengulumnya secara bersamaan
antara kuluman dan jilatan. Lisa mengulum maka aku menjilati sisanya begitu
juga sebaliknya, dua lidah di satu penis.
Mendapatkan
perlakuan seperti itu dari dua wanita cantik seperti aku dan Lisa membuat Pak
Reza merem melek, tangannya meremas rambutku juga rambut Lisa. Sepertinya Lisa
sudah bisa merasakan nikmatnya penis Andi yang besar itu hingga dia bisa
membagi konsentrasi dengan kuluman pada penis Pak Reza.
Andi
menghentikan kocokannya dan menyerahkan Lisa ke Bos-nya dan mereka bertukar
tempat, Andi mengganti posisi pada mulut Lisa setelah terlebih dahulu memutar
kursi Lisa menjauh dariku, kecewa juga aku dibuatnya karena tidak bisa
menikmati penis Andi itu, ingin minta tapi masih ada perasaan segan atau
gengsi. Masih bisa kulihat dengan lebih jelas betapa nikmatnya penis Andi itu
hingga Lisa mengulum dengan ganasnya meski tak bisa memasukkan semuanya.
Aku yakin
Lisa kurang bisa menikmati Pak Reza setelah merasakan penis Andi. Kocokan Pak
Edwin tidak kuperhatikan lagi, tapi aku lebih menikmati kuluman Lisa pada penis
Andi itu meski Pak Edwin mulai melakukan variasi gerakannya, tangannya mengelus
punggung dan buah dadaku, dia lalu memutar kursi hingga Aku dan Lisa berjejer,
tapi Andi malah menggeser tubuhnya ke sisi lain malah menjauhiku.
Pak Reza
meremas buah dadaku sambil mengocok Lisa, sementara Pak Edwin meremas buah dada
Lisa sambil mengocokku dan Andi meremas remas buah dada montok yang satunya
dari sisi lainnya, kini Lisa mendapat servis dari tiga orang, sementara aku
menginginkan Andi tapi dia selalu menghindariku sepertinya dia segan
menyentuhku.
“come on
Andi, satu remasan atau satu kuluman saja darimu, I need you” jerit batinku
tapi kembali rasa gengsi sebagai Bos terhadap dia masih tinggi. Andi berciuman
dengan Lisa sambil tangannya tetap meremas buah dadanya, aku iri melihatnya,
bahkan ketika Pak Reza dan Pak Edwin bertukar tempat, Andi tetap tak mau
beranjak ke arahku. Kembali aku mendapat kocokan dari Pak Reza, oh much better
than before, kurasakan kenikmatan kembali dari Pak Reza, ouh betapa nikmatnya
sodokan dan kocokan beliau jauh lebih nikmat dibanding dengan Pak Edwin tadi,
kini aku kembali tenggelam dalam kenikmatan birahi. Tapi itu tak berlangsung
lama ketika Pak Reza dan Pak Edwin bertukaran tempat lagi, hingga tiga kali.
Tak lama
kemudian ketika Pak Reza sedang keras kerasnya menyodokku, kembali aku dibuat
iri pada Lisa saat Pak Edwin dan Andi bertukar tempat, Lisa sudah mendapat
kocokan Andi untuk kedua kalinya, kepalanya mendongak dan tubuhnya menggeliat
ketika Andi memasukkan kembali penisnya tapi tak lama setelah itu dia sudah
mulai mengulum penis Pak Edwin. Pak Reza kembali meremas remas buah dada Lisa
sambil mengocokku tapi Andi tak mau melakukan hal itu padaku, dia tetap serius
mengocok Lisa sampai berulang kali dia menggeliat ketika Andi mengocoknya
dengan keras. “Lisa sudah mendapatkan tiga penis, di mulut maupun vagina, tapi aku
baru dua, itupun kurang memuaskanku” teriak batinku.
Kupandangi
wajah Andi ketika mengocok Lisa begitu ganteng dan cool, expresinya tidak
berubah seperti biasa saja kecuali keringatnya yang menetes membasahi tubuhnya
yang atletis itu sehingga makin sexy. Belum sekalipun Andi menyentuhku, entah
dia mau menghukumku atau karena segan, aku tak tahu.
Kuhibur
diriku dengan berkonsentrasi pada kocokan Pak Reza, aku tak mau tersiksa
terlalu lama mengharapkan Andi, maka kugerakkan pinggangku mengimbangi Pak Reza
dan hasilnya sungguh luar biasa, dia bergerak semakin liar dan akhirnya tak
bisa bertahan lama, maka menyemprotlah spermanya ke vaginaku dengan kencangnya,
kurasakan denyutan yang keras dari penisnya di dalam vaginaku seakan menghantam
dinding rahimku. Bersamaan dengan semprotan Pak Reza, ternyata Pak Edwinpun
menyemprotkan spermanya di muka Lisa, sperma itu menyemprot kemana mana baik di
mulut, wajah dan sebagian ke rambutnya.
Pak Reza
menarik penisnya yang sudah lemas begitupun dengan Pak Edwin, aku belum
mencapai orgasme, hanya satu penis yang masih berdiri yaitu Andi, akhirnya aku
harus mengalahkan gengsiku yang dari tadi mencegahku.
Kuhampiri
Andi yang sedang menyocok Lisa, dari belakang kupeluk dia hingga tubuh
telanjangku menempel di punggungnya, keringat kami menyatu, aku elus dadanya
yang bidang berbulu. Sesaat dia menghentikan gerakannya tapi kemudian
dilanjutkan kembali dengan lebih keras.
Merasa
belum mendapat respon darinya, aku bergeser ke depan, kujilati puting dadanya
sambil mengelus kantung bolanya, Andi masih tetap tak mau menyentuhku malah
makin cepat mengocok Lisa, maka kupegang tangannya dan kuletakkan di buah
dadaku, kugosok gosokkan, barulah dia mulai merespon dengan remasan halus tanpa
berhenti mengocok Lisa, lalu kucium bibirnya, tanpa kuduga dia langsung
memegang kepalaku dan diciumnya bibirku dengan penuh gairah, full of passion,
seperti orang melepas rindu berat, mungkin dari tadi Andi memang menginginkanku
tapi tidak berani.
Ciuman pada
bibirku yang penuh nafsu tak menghentikan kocokan pada Lisa, lalu turun ke
leherku sebagai sasaran selanjutnya dan berhenti di kedua putingku.
Dengan
penuh nafsu dan dengan liarnya dia mengulum, menjilat, menyedot dan meremas
remas puting dan buah dadaku. Ouuhh aku menggeliat dalam kenikmatan yang indah.
Konsentrasiku
terganggu ketika kudengar teriakan dari Lisa yang sedang mencapai kenikmatatan
tertinggi, dia mengalami orgasme dengan hebatnya, terlihat badannya bergetar
hebat dan kepalanya digoyang goyangkan seperti orang yang kesetanan, beberapa
detik kemudian tubuhnya melemas di atas kursi dengan napas terputus putus.
Bersamaan dengan ditariknya penis dari vagina Lisa, dia mendorong tubuhku ke
bawah lalu disodorkannya penis besar itu ke wajahku, agak ragu sejenak tapi
kemudian tanpa membuang waktu lebih lama kukulum juga penis anak buah
kepercayaanku itu, seperti dugaanku ternyata aku tak mampu mengulum penis itu
semuanya, lalu kukocok pelan, aroma dari vagina Lisa tercium olehku tapi tak
kupedulikan, Andi memegang kepalaku dan mengocokkan penisnya di mulutku dengan
liar, hampir aku tak bisa bernafas.
Lisa sudah
duduk di antara Pak Edwin dan Pak Reza, kemudian Andi memintaku duduk di kursi,
dipegangnya kedua kakiku dan dipentangkannya, kuraih penis besar yang dari tadi
kuimpikan, kusapukan di bibir vaginaku dan kuarahkan masuk, ternyata Andi tak
mau terlalu lama bermain main di luar, dengan keras di sodoknya penis besar itu
masuk ke vaginaku.
“OOUUGGHHh”
teriakku spontan lalu kututupi mulutku dengan tangan sambil melotot ke arahnya.
Vaginaku
terasa penuh hingga aku tak berani menggerakkan tubuhku, tapi Andi seperti tak
peduli, langsung mengocokku dengan cepat dan keras, kurasakan penisnya
menggesek seluruh dinding dan mengisi semua rongga di vaginaku, begitu nikmat
hingga seakan aku melayang layang dalam kenikmatan birahi yang tinggi. Kakiku
kujepitkan di pinggangnya, kedua tangannya meremas dengan keras kedua buah
dadaku dan memilin ringan putingku sambil mencium bibirku dengan ganasnya.
Begitu liar
dan ganas dia mencumbuku seakan menumpahkan segala dendam yang lama tesimpan,
kocokannya yang keras seakan mengaduk aduk vaginaku. Kulawan gerakannya dengan
menggerakkan pinggulku secara acak, dan aku mendapatkan kenikmatan yang
bertambah.
Entah sudah
berapa lama kami bercinta di kursi hingga dia memintaku untuk rebah di karpet
lantai ruangan, lalu segera dia menyetubuhiku, tubuh atletisnya menindih
tubuhku sambil pantatnya turun naik mengocok vaginaku, ciumannya sudah
menjelajah ke seluruh wajah dan leherku tanpa sedikitpun bagian yang
terlewatkan.
Aku
mengagumi kekuatan fisik Andi yang begitu kuat, dinginnya AC tak mampu mencegah
peluh kami sudah bertetesan di seluruh tubuh. Kuraih kenikmatan demi kenikmatan
dari setiap gerakan Andi di atas tubuhku.
Selanjutnya
kami bergulingan, kini Andi telentang dan aku duduk di atasnya, secepatnya
kugoyangkan pantatku mengocok penis Andi, goyanganku kubuat tidak aturan dan
banyak variasi hingga dia menggigit bibirnya, dipandanginya wajahku, lalu dia
kembali meremas buah dadaku dengan kerasnya, tanpa kusadari ternyata Pak Reza
sudah berdiri di sampingku dan menyodorkan penisnya ke mulutku, kugapai dan
langsung kukulum dengan gairahnya sambil tetap menggoyang pantatku. Pak Reza
ternyata tak mau diam saja, dia ikut mengocokkan penisnya di mulutku sambil
memegangi kepalaku. Tak mau kalah Andi kemudian ikutan menggoyangkan pinggulnya
hingga kami seolah berpacu meraih kenikmatan birahi.
Andi lalu
duduk hingga tubuhku berhadapan dalam pangkuannya, kujepitkan kakiku di
pinggangnya sambil tetap menggoyangkan pantat tanpa melepas kocokan mulutku
pada penis Pak Reza, Andi menjilati seluruh leher dan dadaku, disedotnya
putingku dengan keras, kurasakan gigitan gigitan kecil di sekitar buah dada dan
putingku tapi tak kuperhatikan.
Akhirnya
kurasakan tubuh Andi menegang dan sedetik kemudian kurasakan kepala penisnya
membesar memenuhi rongga dalam vaginaku lalu menyemprotkan spermanya, sementara
gigitan dan sedotan di dadaku terasa semakin kuat, denyutannya membuat aku terbang
melayang tinggi hingga ke puncak kenikmatan, maka akupun orgasme saat penis
Andi sedang berdenyut dengan hebatnya di vaginaku, kami sama sama menggapai
orgasme dalam waktu yang relatif bersamaan, tubuhku sudah mulai melemas tapi
penis Pak Reza masih di tanganku, maka kukeluarkan kemampuanku untuk segera
mengakhiri kemauan Pak Reza sambil masih tetap duduk di atas Andi, tangan Andi
masih meremas dengan lembut kedua buah dadaku, tapi konsentrasiku hanya tertuju
ke Pak Reza, tak lama kemudian berdenyutlah penis Pak Reza di mulutku, tak
kurasakan cairan sperma keluar dari penis itu, hanya denyutan denyutan ringan
hingga melemas dengan sendirinya.
Aku
terkulai lemas di atas tubuh Andi, anak buahku itu, dan dia membalas dengan
ciuman dan elusan di punggung telanjangku, beberapa saat kemudia aku tersadar
dan berdiri menjauhinya, duduk kembali di kursi.
Lisa
memberikan teh hangat, kami semua masih telanjang, masih kurasakan seakan penis
Andi masih mengganjal vaginaku.
Baru aku
sadari ternyata ada empat titik memerah bekas gigitan Andi pada dada dan
sekitar buah dadaku, kulirik Andi tapi dia tidak memperhatikan.
Jarum jam
menunjukkan pukul 13:30, ketika kami menandatangani kontrak itu dalam keadaan
telanjang, sambl memangkuku Pak Reza menandatangani lembaran itu dan di atas
pangkuan Pak Reza pula aku menandatanganinya. Sementara Pak Edwin sebagai
saksi, ikut menandatangani kontrak itu sambil memangku Lisa yang masih
telanjang.
“Alangkah
asiknya kalau kita bisa makan siang bersama sambil telanjang” usul Pak Edwin
Aku hanya
tersenyum menanggapi usulan nakal Pak Edwin, kukenakan kembali pakaianku meski
tanpa celana dalam karena diminta Pak Edwin yang masih bujangan itu.
Tak lama
kemudian kami semua sudah berpakaian lengkap, kubereskan dokumen yang
berserakan di lantai maupun meja dan kuberikan semuanya ke Andi.
Dan
selesailah official meeting hari ini.
Sebenarnya
aku tak mau mencampur adukkan antara bisnis dan kesenangan seperti ini, baru
pertama kali terjadi. Awal bisnis yang di awali seperti ini terus terang membuat
aku takut, tapi apa bedanya dengan para bisnisman lainnya yang memberikan
wanita cantik untuk dapat mendapatkan proyek, toh proyek itu jalan juga.
Setelah
makan siang, aku dan Andi mengantar mereka hingga ke lobby dan disanalah kami
berpisah, Aku dan Andi naik ke atas, tak ada pembicaraan sepanjang jalan ke
kamar meskipun di lift Cuma kami berdua, suasana menjadi kaku, hal seperti
inilah yang tidak aku inginkan.
“Andi
apapun yang telah terjadi adalah tidak pernah terjadi, tolong camkan itu demi
kebaikan kita semua” kataku pada Andi sambil mengecup bibirnya, sebelum dia
masuk kamarnya.
Dan kami
kembali ke Jakarta sebagai mana tidak terjadi sesuatu kecuali kenangan indah.
Aku tidak
pernah bisa memenuhi kata kataku sendiri seperti yang aku pesan di atas, karena
bercinta dengan Andi terlalu nikmat untuk di tinggalkan.
1 Response to "Berpacu Dengan Nafsu"
WinStar World Casino and Resort Tickets - JamBase
Buy WinStar 창원 출장샵 World Casino and Resort tickets at JamBase. Find the 포항 출장마사지 venue concert and 제주도 출장안마 event schedules, venue information, 제천 출장안마 directions, Jan 14, 시흥 출장샵 2022Justin BieberFeb 1, 2022Lionel Richie
Posting Komentar