Silahkan dinikmati saja & berpikirlah positif karenna ccerita ini hanya untuk hiburan belaka. PERHATIAN!!! HANYA UNTUK 17 TAHUN KE ATAS....!!!!!
Ini berawal
saat ibunya sakit dan harus masuk rumah sakit dan Paul harus terbang ke luar
kota untuk urusan bisnis yang amat penting. Paul tadinya tak setuju saat Emma
meminta papanya, Jack, agar menginap di rumah mereka untuk sementara untuk
menemaninya pergi ke rumah sakit, mengatakan padanya bagaimana hal itu akan
mengganggu pikirannya karena dia adalah titik penting dalam ne
gosiasi
kali ini.
Dan pikiran
yang sangat mengganggunya itu adalah karena dia curiga sudah sejak dulu papanya
ada ‘perasaan lain’ pada Emma istrinya. Emma merasa sangat marah pada Paul,
karena sangat egois dan dengan perasaan cemburunya itu. Bukan hanya kali ini
Paul meragukan kesetiaannya terhadap perkawinan mereka dan kali ini dia merasa
telah berada dalam puncaknya… dan dia tahu dia akan membuat Paul membayar
sikapnya yang menjengkelkan itu.
Ketika itu
terjadi, Jack tiba pada hari sebelum Paul terbang ke luar kota untuk bertemu
kliennya. Dia tidak membiarkan kedatangan Jack mengganggu jadwalnya, meskipun
dia akan membiarkan papanya bersama Emma tanpa dia dapat mengawasinya selama
beberapa hari kedepan. Ini adalah segala yang Emma harapkan dan lebih, ketika
dia menyambut Jack dengan secangkir teh yang menyenangkan…
Dia bisa
katakan dari perhatian Jack yang ditunjukkannya pada kunjungan itu. Mata Jack
berbinar saat dia tahu Paul akan pergi besok pagi-pagi benar, dan dia
mendapatkan Emma sendirian dalam beberapa hari bersamanya. Emma sangat menarik,
yang sungguhpun dia tahu sudah tidak punya kesempatan terhadap Emma, dia masih
berpegang pada harapannya, dan berbuat yang terbaik untuk mengesankannya, dan
menggodanya.
Emma
tersanjung oleh perhatiannya, dan menjawab dengan mengundang bahwa mereka
berdua dapat mulai untuk membiarkan harapan dan pemikiran yang telah dia kubur
sebelumnya untuk mulai kembali ke garis depan itu.
Sudah
terlambat untuk jam kunjungan rumah sakit sore itu, sehingga mereka akan
kembali lagi esok paginya sekitar jam sebelas. Emma menuangkan beberapa gelas
wine untuk mereka berdua sekembalinya dari rumah sakit petang itu.
“Aku harus
pergi dan mandi… Aku kira aku tidak punya waktu pagi nanti”.
“Oh bisakah
papa membiarkan showernya tetap hidup? Aku juga mau mandi jika papa tidak
keberatan” Emma mau tak mau nati akan menyentuh dirinya di dalam shower,
bayangan tangan Jack pada tubuhnya terlalu menggoda dan rasa marah terhadap
suaminya sangat sukar untuk dienyahkan dari pikirannya.
Dia belum
terlalu sering mengenakan jubah mandi sutera itu sebelumnya, tetapi memutuskan
untuk memakainya malam ini. Hasrat hatinya mendorongnya untuk melakukannya
untuk papa mertuanya, Paul bisa protes padanya jika dia ingin. Terlihat pas di
pinggangnya dan dengan tali terikat, membuat dadanya tertekan sempurna. Itu
nampak terlalu ‘intim’ saat dia menunjukkan kamar mandi di lantai atas. Emma
meninggalkannya, dan kemudian kembali semenit kemudian.
“Aku
menemukan salah satu jubah mandi Paul untuk papa” dia berkata tanpa berpikir
saat dia membukakan pintu untuknya. Di dalam cahaya yang remang-remang Emma
dapat melihat pantatnya yang atletis.
Mereka
duduk bersama di atas sofa, melihat T.V. Dan setelah dua gelas wine lagi, Emma
tahu dia akan mendorong ‘keinginan’ manapun yang Jack ingin lakukan. Dia
sedikit lebih tinggi dari Paul, maka jubahnya hanya sampai setengah paha
berototnya. Mau tak mau Emma meliriknya sekilas dan ingin melihat lebih jauh
lagi. Dengan cara yang sama, Jack sulit percaya akan keberuntungannya untuk
duduk disamping Emma yang berpakaian sangat menggoda dan benaknya mulai
membayangkan lebih jauh lagi. Jack akan dikejutkan nantinya jika dia kemudian
mengetahui hal sederhana apa yang akan membuat hasratnya semakin mengakar…
Besok
adalah hari ulang tahun Emma, dan Paul lupa seperti biasanya, alasannya bahwa
tidak ada waktu untuk lakukan apapun ketika dia sedang pergi, dan dia telah
berjanji pada Emma kalau dia akan berusaha untuk mengajaknya untuk sebuah
dinner yang manis ketika pulang. Kenyataannya bahwa Jack tidak hanya tidak
melupakan, tetapi membawakannya sebuah hadiah yang menyenangkan seperti itu,
menjadikan hatinya lebih hangat lagi. Dia seperti seorang anak perempuan kecil
yang sedang membuka kotak, dan menarik sebuah kalung emas.
“Oh
papa…papa seharusnya tidak perlu…ini indah sekali”
“Tentu saja
aku harus…tapi aku takut itu tidak bisa membuat kamu lebih cantik cintaku… sini
biarku ku pasangkan untukmu”
“Ohh papa!”
Emma merasa ada semacam perasaan cinta untuknya saat dia berada di belakangnya.
Dia harus lebih dulu mengendurkan jubah untuk membiarkan dia memasang kaitan di
belakang, dan ketika dia berbalik ke arahnya, Jack tidak bisa menghindari
tetapi matanya mengarah pada belahan dada Emma yang menyenangkan.
“Oh… apa
rantainya kepanjangan?” ia berharap, menatap kalung yang melingkar diatas dada
lezatnya.
“Tidak pa…
ini menyenangkan” dia tersenyum, menangkap dia memandang ke sana lebih banyak
dari yang seharusnya diperlukan.
“Oh terima
kasih banyak…” Emma menciumnya dengan agak antusias dibanding yang perlu
dilakukannya dan putus tiba-tiba dengan sebuah gairah dipermalukan. Kemudian
Jack menangkap momen itu, menarik punggungnya seolah-olah meredakan
kebingungannya dan menciumnya dengan perasaan jauh lebih dibandingkan perasaan
seorang mertua.
“Selamat
ulang tahun sayang” katanya, saat senyuman mereka berubah jadi lebih serius.
“Oh
terimakasih papa” Emma menciumnya kembali, menyadari ini adalah titik yang tak
bisa kembali lagi, dan kali ini membiarkan lidahnya ‘bermalas-malasan’
terhadapnya. Dia baru saja mempunyai waktu untuk merapatkan jubahnya kembali
saat Paul menelponnya untuk ucapkan selamat malam dan sedikit investigasi. Paul
ingin bicara pada papanya dan memintanya agar menyimpan cintanya untuk ibunya
yang sudah meninggal. Mata Emma tertuju pada Jack saat dia menenteramkan hati putranya
di telpon, mengetahui dia akan membiarkan pria ini melakukan apapun…
“Aku sangat
suka ini pa…” Emma tersenyum ketika telpon dari Paul berakhir. Dia menggunakan
alasan memperhatikan kalungnya untuk membuka jubahnya lagi, kali ini sedikit
lebih lebar.
“Apa kamu
pikir ini cocok untukku?”
“Mmm oh
ya…” dia tersenyum, matanya menelusuri bagian atas gundukan lezatnya, dan untuk
pertama kalinya membiarkan gairahnya tumbuh. Emma secara terbuka
mempresentasikan payudaranya untuk kekasihnya, membiarkan dia menatapnya ketika
dia membusungkan dadanya jauh lebih lama dibandingkan hanya sekedar untuk
memandangi kalung itu. Dia mengangkat tangannya dan memegang mainan kalung itu,
mengelus diantara dadanya, menatap tajam ke dalam matanya.
“Kamu
terlihat luar biasa dengan memakainya” dia tersenyum.
Nafas Emma
yang memburu adalah nyata ketika tangan kekasihnya telah menyentuhnya di sana,
dan pandangannya yang memikat saat kekasihnya menyelami matanya memberi dia
tiap-tiap dorongan. Mereka berdua tahu apa yang akan terjadi kemudian, sudah
terlalu jauh untuk menghentikannya sekarang. Dia akan bercinta dengan papa
mertuanya. Mereka berdua juga menyadari, bahwa tidak perlu terburu-buru kali
ini, mereka harus lebih dulu membiarkan berjalan dengan sendirinya, dan walaupun
kemudian itu akan menjadi resikonya nanti.
Emma bisa
melihatnya sekarang kalau ‘pertunjukannya’ yang nakal telah memberi efek pada
gairah kekasihnya. Gundukan yang terlihat nyata di dalam jubahnya menjadikan
jantungnya berdebar kencang, dan kekasihnya menjadi bangga ketika melihatnya
menatap itu, seperti halnya dia yang memandangi payudaranya.
“Kamu sudah
cukup merayuku…kamu nakal!” Emma tersenyum pada kata-kata terakhirnya, memberi
dia pelukan yang lain. Pelukan itu berubah menjadi sebuah ciuman, dan kali ini
mereka berdua membiarkan perasaan mereka menunjukkannya, lidah mereka saling
melilit dan memukul-mukul satu sama lain. Emma merasa tali jubahnya mengendur,
dan Jack segera merasakan hal yang sama.
“Oh
Jack…kita tidak boleh” dia menjauh dari kekasihnya sebentar, tidak mampu untuk
hentikan dirinya dari pemandangan jubahnya yang terbuka cukup lebar untuk
melihat ujung penisnya yang tak terukur membesar diantara pahanya yang kuat.
“Ohh Emma …
aku tahu…. tapi kita harus” dia menarik nafas panjang, memandang pada perutnya
untuk melihat kewanitaannya yang sempurna, telah merekah dan mengeluarkan
cairannya. Detak jantung Emma bahkan jadi lebih cepat saat dia lihat
tonjolannya menghentak lebih tinggi ke udara saat kekasihnya memandang bagian
paling intimnya.
“Oh Jack
sayang…” desahnya pelan saat kekasihnya memeluknya, jubahnya tersingkap dan dia
terpana akan tonjolannya yang sangat besar di bagian bawahnya. Itu sepertinya
memuat dua prem ranum yang membengkak dengan benihnya yang berlimpah. Dia tidak
bisa hentikan dirinya sekarang… dia membayangkan dirinya berenang di dalamnya.
“Emma
cintaku…betapa lamanya aku menginginkanmu…” katanya saat ia menggapai paha
Emma.
“Oh Jack…
seandainya aku tahu… setiap kali Paul bercinta denganku aku membayangkan itu
adalah kamu yang di dalamku… papa termanis… apakah aku terlalu jahat untuk
katakan hal seperti itu?”
“Tidak
kekasihku…” jawabnya, mencium lehernya dan turun pada dadanya, dan membuka
jubahnya lebih lebar lagi untuk agar tangannya dapat memegang payudaranya.
Mereka berdua ingin memanfaatkan momen itu…
“Apakah
kamu ingin aku di sana sekarang?”
“Oh Jack…
ya… papa” erangnya kemudian mengangkat jubahnya dan tangannya meraih penisnya.
“Aku sangat
menginginkannya”
“Oh Emma….
kekasihku, apakah ini yang kamu ingin?” dia mengerang, memegang jarinya di
sekitar batang berdenyutnya yang sangat besar.
“Oh ya
papa… penismu… aku ingin penis papa di dalamku”
“Sayangku
yang manis…apa kamu menginginkannya di sini?” kekasihnya melenguh, menjalankan
jemarinya yang pintar sepanjang celah itu, menggodanya, membuat matanya memejam
dengan nikmat. Emma hampir merintih ketika dia menatap mata kekasihnya.
“Mmmm penis
papa di dalam vaginaku”
“Ahhh anak
manisku tercinta” Emma menjilat jarinya dan menggosoknya secara lembut di atas
ujung kejantanannya yang terbakar, membuat kekasihnya merasa ngeri dengan
kegembiraan.
“Kamu ingin
jadi nakal kan pa…kamu ingin orgasme di dalamku” Emma menggoda, meninggalkan
pembesaran tonjolan yang bagus, dan mengalihkan perhatiannya kepada buah
zakarnya yang membengkak.
Sekarang
adalah giliran kekasihnya untuk menutup matanya dengan gairah yang mengagumkan.
“Kamu ingin
meletakkan spermamu di dalam istri putramu… kamu ingin melakukan itu di dalam
vagina gadis kecilmu” Dia hampir menembakkannya bahkan waktu Emma menggodanya,
tetapi entah bagaimana menahan ombak klimaksnya, dan mengembalikannya pada
Emma, keduanya sekarang saling memegang pinggang satu sama lainnya.
“Dan kamu
ingin benih papa di dalam kandunganmu kan… dalam kandunganmu yang dahaga…
membuat seorang bayi kecil di dalam kandungan suburmu” dia tidak bisa semakin
dekat kepada tanda untuknya… Emma telah memimpikan kekasihnya memberinya
seorang anak, Emma gemetar dan menggigit bibirnya saat jari tangan kekasihnya
diselipkan di dalam saluran basahnya.
“Papa… oh
ya… ya… tolong… aku sangat menginginkannya…” Paul belum pernah punya keinginan
membicarakan tentang hal itu… Emma tidak benar-benar mengetahui apakah dia
ingin seorang anak, sekalipun begitu pemikiran itu menjadi sebuah gairah yang
luar biasa. Bibirnya menemukannya lagi, dan tenggelam dalam gairahnya, lidah
mereka melilit lagi dengan bebas tanpa kendali yang sedemikian manis. Emma
membiarkan jubahnya terbuka seluruhnya sekarang, menekankan payudaranya secara
lembut melawan dada berototnya, perasaan geli membuat cairannya lebih
berlimpah. Jantungnya terisi dengan kenikmatan dan antisipasi, pada pikiran
bahwa dia menginginkan dirinya…bahwa seluruh gairah Emma akan terpenuhi dengan
segera.
“Oh gadis
manisku yang jahat ” lenguhnya saat bibir Emma menggodanya.
“Aku akan
pergi sebentar” dia tersenyum dengan mengundang saat dia menoleh ke belakang
dari pintu.
“Jangan
pergi” Emma melangkah ke lantai atas, jubahnya berkibar di sekitarnya lagi saat
dia memandangnya. Emma tidak perlu merasa cemas, suaminya sedang berada jauh di
sana dengan segala egoisme kesibukannya, dan Emma mengenal bagaimana
kebiasaanya. Jantung Emma dilanda kegembiraan lebih ketika dia melepaskan
jubahnya dan berjalan menuju dia… pada papa mertuanya… telanjang dan siap untuk
menyerahkan dirinya seluruhnya kepada kekasihnya.
Ketika dia
mendengar langkah kaki Emma pada tangga, dia lalu keluar dari jubahnya dan
sekarang berlutut di atas permadani di depan perapian, menghadapinya ketika dia
masuk, ereksinya semakin besar dalam posisi demikian. Emma berlutut di
depannya, tangannya memegang obyek hasratnya, yang berdenyut sekilas, lembut
dan demikian panas dalam sentuhannya. Matanya terpejam dalam kenikmatan murni
saat Emma berlutut dan mencium ujung merah delima itu, matanya terbuka
meresponnya, dan mengirim beberapa tetesan cairan lezat kepada lidah
penggemarnya. Kekasihnya mengelus payudaranya dan menggoda puting susunya yang
gemuk itu.
“Aku sudah
siap pa… malam ini seutuhnya milikmu”
“Emma
sayang, kamu indah sekali…” kekasihnya memujinya dan dia tersenyum dengan
bangga.
“Oh Papa…
kumohon. Aku sangat menginginkannya … aku ingin benihmu di dalamku”
“Sepanjang
malam cintaku…” kekasihnya tersenyum, rebah bertumpu pada sikunya lalu
menyelipkan tangannya diantara paha Emma.
“Kita
berbagi tiap momen” Emma rebahan pada punggungnya, melebarkan lututnya
membiarkan jari kekasihnya berada di dalam rendaman vulvanya.
“Ohh mmm
papa sayang… ” Emma melenguh saat jari kekasihnya merangsang tunas
kesenangannya tanpa ampun.
“Mmm betapa
aku sangat memuja perempuan kecilku… ” kekasihnya menggodanya ketika wajahnya
menggeliat di puncak kesenangan.
“Ohh papa…
rasakan bagaimana basahnya aku untukmu”
“Apa anakku
yang manis sudah basah untuk penis papa? Mmmm penis papa di dalam vagina panas
gadis kecilnya…. penis besar papa di dalam vagina gadisnya yang panas, vagina
basah…” kata-katanya diiringi dengan tindakan saat dia bergerak diantara
pahanya, tongkatnya berdenyut dengan bernafsu saat dia mempersiapkan lututnya.
“Setubuhi
aku pa… masukkan penismu ke dalamku”
“Sayang…
Emma yang nakal… buka vaginamu untuk penis papa” tangan mereka memandu,
kejantanannya membelah masuk kewanitaannya.
“Papa…
sepenuhnya untukku kan?”
“Ya putriku
manis… sperma yang penuh untuk kandunganmu… apa kamu akan membuat papa
melakukan itu di dalam tubuhmu?”
“Ahh ya
papa… aku akan membuatmu memberikan semuanya ke dalam tubuhku… ahh ahh ahh”
Emma mulai menggerakkan pinggangnya…takkan menghentikan dirinya saat dia
membayangkan itu. Mata mereka saling bertemu dalam sebuah kesenangan yang
sempurna, mereka bergerak dengan satu tujuan, yang ditetapkan oleh
kata-katanya.
“Papa akan
menebarkan semuanya ke dalam kandunganmu yang subur… sperma papa akan membuat
bayi di dalam kandunganmu Emma sayang” tangan kekasihnya mengayun pantatnya
sekarang saat dia mulai menusuk lebih dalam, matanya menatap kekasihnya ketika
dia menarik pantatnya yang berotot, mendorong lebih lanjut ke dalam tubuhnya…
memberinya hadiah yang sangat berharga.
Penis
besarnya menekan dalam dan panjang, buah zakarnya yang berat menampar pantatnya
saat dia mendorong ke dalam kandungannya. Dia tidak bisa menolong, hanya
melihatnya, setiap gerakan mereka yang mendatangkan nikmat… membayangkan
waktunya akan segera datang… memancar dari kekasihnya… berenang di dalam
dirinya… membuatnya mengandung anaknya. Dia menggelinjang saat kekasihnya
menyusu pada puting susunya yang diremas keras, tangan besarnya meremas
payudaranya bersama-sama saat dia mengocoknya berulang-ulang.
Dia
berteriak, menaikkan lututnya setinggi yang dia bisa untuk memaksanya lebih
dalam ke bagian terdalam vaginanya. Kekasihnya menghentak lebih cepat, meremas
pantatnya untuk membuat sebuah lingkaran yang ketat pada vaginanya… momen yang
sempurna mendekat dengan cepat saat dia menatap mata kekasihnya yang juga
dipeluk selimut puncak surgawi. Emma memperlambat gerakan kekasihnya,
menenangkannya ketika waktunya datang…
“Aku ingin
menahanmu jauh di dalam tubuhku saat kamu keluar…saat kamu memompa benihmu ke
dalam tubuhku”
“Oh
sayang…ya manisku…tahan aku saat kukeluarkan spermaku ke dalam kandunganmu”
Dia merasa
itu membesar di dalam cengkramannya, urat gemuk penisnya siap untuk
berejakulasi, dan kemudian menghentak dengan liar, dan dengan masing-masing
semburan yang dia rasa pancarannya yang kuat menghantam dinding kewanitaannya,
membasahi hamparan ladangnya yang haus kekeringan. Bibir mereka bertemu dalam
lilitan sempurna, tangisan Emma membanjiri kekasihnya kala kekasihnya menyembur
dengan deras ke dalamnya. Punggung Emma melengkung, mencengkeram penisnya
sangat erat saat ombak kesenangan menggulungnya. Dia ingin menahannya di sana
untuk selamanya…
Jantung
mereka berdegup sangat keras ketika mereka berbaring bersama, terengah-engah,
sampai mereka bisa berbicara.
“Oh Tuhan
Emma…aku sangat menginginkanmu…”
Dan untuk
beberapa hari kedepan, tak ada sepatah katapun yang sanggup melukiskan momen
itu…
No Response to "Benih Bapak Mertua"
Posting Komentar